Definisi dan Arti Kata Nikah Beda Agama adalah pernikahan yang dilakukan diantara pasangan yang memiliki agama berbeda. Istilah ini disebut juga pernikahan beda agama, kawin beda agama, maupun perkawinan beda agama. Istilah ini tidak ditemukan secara tegas keberadaannya dalam sistem hukum di Indonesia melainkan muncul dalam keseharian di masyarakat. Jika mengacu kepada terminologi hukum yang tepat, istilah yang benar untuk digunakan ialah perkawinan beda agama. Hal ini disebabkan istilah hubungan hukum antara suami dan istri dalam terminologi hukum di Indonesia menggunakan istilah perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sistem hukum di Indonesia tidak melarang perkawinan beda agama. Walaupun demikian, sistem hukum perkawinan di Indonesia menyerap sistem hukum agama yang diberlakukan bagi masing-masing pasangan perkawinan. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, keabsahan perkawinan digantungkan pada agama masing-masing pasangan. Secara umum, agama yang diakui di Indonesia tidak memfasilitasi adanya perkawinan beda agama. Oleh sebab itu, tidak mungkin dilangsungkan perkawinan beda agama di Indonesia berdasarkan perspektif agama. Dikarenakan ketidakmungkinan tersebut, maka perkawinan beda agama menjadi tidak sah dari sudut pandang agama dan akhirnya negara juga mengadopsi sudut pandang tersebut.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, disebutkan mengenai perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan dalam keadaan beda agama. Aturan ini dalam praktik dijadikan dalil dalam mengakomodir perkawinan beda agama. Namun dalam penafsiran sistematika hukum, aturan ini melebihi konteks pengaturannya yang harusnya hanya mengatur mengenai administrasi kependudukan. Aturan ini telah membuat konsep perkawinan model baru yang berseberangan dengan pengaturan substansinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Model baru perkawinan tersebut merupakan model perkawinan administratif yang telah ditinggalkan di Indonesia semenjak tahun 1974. Sayangnya hingga saat ini belum terdapat aturan yang mengatur akibat hukum dari perkawinan administratif tersebut, padahal hukum keluarga yang berlaku di Indonesia saat ini masih banyak bergantung pada hukum agama individu sebagaimana dapat ditarik kesimpulannya dalam Undang-Undang Perkawinan.

Definisi dan Arti Kata Vonis Nihil adalah penjatuhan pidana oleh hakim kepada terdakwa dengan tidak adanya pemidanaan. Istilah ini tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan namun sering muncul dalam Putusan Badan Peradilan. Vonis nihil dijatuhkan dengan dasar Pasal 67 ataupun Pasal 71 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Secara hukum penjatuhan vonis nihil dapat dipahami dengan menelaah jenis pemidanaan. Dalam hal ini, jenis pemidanaan terberat ialah hukuman penjara selama 20(dua puluh) tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati. Ketiga jenis pemidanaan tersebut setara namun secara moril memiliki gradasi dalam penjatuhannya.

Gradasi penjatuhan pidana tersebutlah yang menciptakan kemungkinan naiknya penjatuhan pidana dari penjara 20(dua puluh) tahun menjadi penjara seumur hidup dalam hal dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kembali. Selanjutnya terhadap pidana penjara seumur hidup juga dapat digradasikan menjadi pidana mati apabila dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang lain.

Walaupun demikian hukuman penjara sementara dijatuhkan maksimal selama 20(dua puluh) tahun. Angka tersebut di Indonesia dianggap sebagai kemungkinan maksimal seseorang untuk masih dapat diupayakan terintegrasi di masyarakat setelah menjalani tindak pidananya. Hal ini berbeda dengan konsep penjara seumur hidup yang memang sudah tidak diberikan harapan bagi terpidana untuk dapat berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Penjatuhan pidana melebihi 20 (dua puluh) tahun secara hukum keliru, sedangkan secara moril tidak dapat dipertanggungjawabkan walaupun masih harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang lain.

Dalam hal tersebut, Pengadilan memiliki kewenangan untuk menaikkan gradasi pemidanaan menjadi penjara seumur hidup. Namun demikian apabila pasal yang didakwakan dalam tindak pidana selanjutnya tidak menganut pemidanaan seumur hidup maupun pidana mati, penjatuhan pemidanaan dengan gradasi yang lebih berat tidak dapat dilakukan. Sehingga haruslah dijatuhi vonis nihil. Penjatuhan pidana yang lebih berat dari jenis pemidanaan yang diatur dalam dakwaan, merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan berseberangan dengan Asas Legalitas yang sangat ketat dianut dalam Hukum Pidana.

Definisi dan Arti Kata Novum adalah keadaan/bukti baru. Kata ini berasal dari istilah noviter perventa dalam Bahasa Latin yang berarti baru ditemukan. Di Indonesia, novum disandingkan dengan syarat pengajuan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Pasal 67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Logika hukum dari novum dibangun dari kesalahan pengambilan keputusan oleh badan peradilan akibat fakta hukum yang terungkap di persidangan merupakan fakta hukum yang salah.

Novum bertindak sebagai pengoreksi dari kekeliruan penilaian atas fakta hukum di persidangan.

Sebagaimana diketahui, badan peradilan senantiasa memutus berdasarkan fakta hukum yang dihadirkan di persidangan dikarenakan hakim tidak berada pada peristiwa sebenarnya saat itu terjadi. Banyaknya variabel dalam proses hukum acara, memungkinkan kurang, cacat, kekeliruan dalam mengajukan alat bukti sehingga kesimpulan mengenai fakta hukumnya pun menjadi keliru. Novum bertindak sebagai pengoreksi dari kekeliruan penilaian fakta hukum tersebut. Karena kekeliruan berada pada fakta hukum, maka kaidah hukum yang berlaku tidak dapat dijadikan sebagai novum. Selain itu, novum harus terpaku untuk membuktikan kesalahan fakta hukum sebelumnya yang keliru sehingga perbuatan hukum lanjutan setelah fakta hukum yang terjadi bukan merupakan novum.

Dalam praktik, sering ditemukan novum diajukan berupa bukti yang baru dibuat setelah peristiwa hukum yang sebenarnya terjadi bahkan dibuat setelah suatu putusan berkekuatan hukum tetap. Padahal berdasarkan uraian definisi novum, seharusnya bukti yang diajukan merupakan bukti yang sebelumnya belum diajukan (bukti tertinggal) karena baru ditemukan atau belum dapat dihadirkan ketika tahapan peradilan sebelumnya.

Definisi dan Arti Kata Operasi Tangkap Tangan adalah kegiatan sistematis untuk melakukan penangkapan pada pelaku tindak kejahatan dalam situasi tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Istilah ini sering disingkat dengan OTT. Definisi resmi istilah ini tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan melainkan merupakan bagian dari strategi pengungkapan tindak pidana yang dibingkai dalam suatu prosedur penangkapan saat tertangkap tangan. Prosedur ini pertama kali dikenal digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Operasi Tangkap Tangan dilaksanakan dengan berpedoman pada Pasal 1 angka 19 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai pengertian tertangkap tangan. Dengan ditangkapnya seseorang saat tertangkap tangan, maka pembuktian secara relatif menjadi lebih mudah dan sulit untuk dibantah oleh pelaku kejahatan. Berkaca dari kemudahan tersebut, Operasi Tangkap Tangan lebih efektif dan efisien untuk mengungkap kejahatan.

Definisi dan Arti Kata Tindakan Kebiri Kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi. Istilah ini pertama kali digunakan dalam Pasal 81 ayat (7) Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang dan pengertiannya dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2020 tentang Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Sebagai suatu tindakan, secara normatif kebiri kimia bukan termasuk dalam jenis pemidanaan. Model penjatuhan sanksi tersebut seolah-olah menimbulkan rezim baru dalam dunia hukum pidana. Dikarenakan bukan termasuk jenis pemidanaan, maka penjatuhannya juga memiliki perspektif yang lebih khusus dibandingkan dengan penjatuhan jenis-jenis hukuman pidana. Sebagai contoh, dalam penjatuhan pidana mati dalam kajian hukum tidak dapat dijatuhkan bersamaan dengan jenis pidana lainnya kecuali pengumuman putusan hakim atau pencabutan hak-hak tertentu. Namun dengan adanya rezim tindakan ini, maka dimungkinkan untuk dijatuhkan bersamaan dengan pidana mati tersebut. Secara moril pidana mati merupakan pidana terberat yang pembebanannya seolah menghilangkan seluruh harapan dari terpidana sehingga sudah tidak diperlukan menjatuhkan jenis pidana lainnya. Dengan adanya kemungkinan penjatuhan pidana mati bersamaan dengan tindakan tersebut, akan memberi kajian moril baru dalam hukum pidana di Indonesia.

Definisi dan Arti Kata Pidana Mati adalah penjatuhan hukuman kepada terdakwa dengan jenis pemidanaan yang akan membawa kematian bagi terdakwa. Istilah ini dapat ditemukan dalam Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berdasarkan ketentuan tersebut pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. Namun berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum Dan Militer, tata cara pelaksanaan pidana mati di Indonesia dilakukan dengan ditembak sampai mati, oleh satu regu penembak, yang dilakukan disuatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan tingkat pertama, dengan beberapa pengecualian.

Pidana mati merupakan salah satu jenis pidana terberat selain pidana penjara seumur hidup maupun pidana penjara sementara selama 20 (duapuluh) tahun. Hal tersebut dapat disimpulkan dalam substansi Pasal 12 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berdasarkan Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana mati tidak boleh dijatuhkan bersamaan dengan pidana tambahan kecuali mengenai pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman putusan hakim. Oleh sebab itu pidana perampasan barang tertentu, sekalipun termasuk dalam pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan bersamaan dengan jenis pidana mati.

Definisi dan Arti Kata Permufakatan Jahat adalah perbuatan menyamakan suatu maksud untuk melakukan kejahatan. Istilah ini dapat ditemukan dalam Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maupun Pasal 15 Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang yang dibentuk sebagai suatu delik pidana. Pemufakatan Jahat biasanya diwujudkan dalam suatu persetujuan antara dua orang atau lebih untuk melakukan perbuatan pidana. Delik ini dibangun sebagai aturan khusus dari kaidah umum, “tiada pemidanaan terhadap niat”, sehingga penilaian perbuatan dalam delik ini cukup mencakup adanya perbuatan nyata untuk menyamakan suatu maksud untuk melakukan kejahatan. Delik Permufakatan Jahat bukanlah merupakan delik penyertaan. Dalam delik penyertaan, perbuatan pidana pokok telah dilakukan dengan kerjasama tertentu sedangkan dalam permufakatan jahat delik pidana pokoknya belum dilaksanakan sama sekali. Melihat dari pengertian tersebut, politik hukum dalam membangun delik permufakatan jahat bukanlah pada pemidanaan perbuatan pidana pokok secara bersama-sama melainkan mencegah adanya kesepahaman untuk melakukan kejahatan. Berdasarkan perspektif tersebut, ancaman pidana permufakatan jahat senantiasa lebih ringan ketimbang penyertaan. Namun demikian, dalam praktik permufakatan jahat sering dipahami sama nilainya dengan penyertaan.

Definisi dan Arti Kata Sanksi Administratif adalah hukuman yang diberlakukan dikarenakan melakukan pelanggaran administratif. Tujuan pengenaan sanksi ini ialah bagian dari ancaman untuk tertib administratif. Sedangkan tindakan ini berupaya memberikan hambatan administratif tertentu bagi pelaku pelanggaran. Sifat dari pelanggaran ini bukan merupakan kejahatan ataupun kerugian melainkan semata-mata hanya demi tertibnya administratif semata. Istilah ini digunakan di berbagai peraturan perundang-undangan dengan pengenaan sanksi administratif yang berbeda-beda bergantung sistem administrasi yang diberlakukan sebagai dasar pengenaan sanksi tersebut. Sanksi administratif biasanya meliputi teguran tertulis, pencabutan izin tertentu, hingga denda administratif.

Definisi dan Arti Kata Ex Aequo Et Bono adalah karena keadilan dan kebaikan dalam Bahasa Latin. Istilah ini sering digunakan dalam petitum subsidair dalam suatu gugatan dan diterjemahkan sebagai mohon putusan seadil-adilnya. Petitum tersebut berisi suatu penyerahan segala sesuatunya kepada hakim untuk memberikan putusan yang dianggap paling adil menurut hakim tersebut. Dalam praktiknya, petitum subsider berupa Ex Aequo Et Bono digunakan oleh Hakim sebagai alasan untuk memutus di luar petitum primair. Hal ini merupakan solusi bagi Hakim ketika ditempatkan harus mengambil keputusan yang terikat dengan asas peradilan cepat, sederhana, berbiaya ringan serta asas dilarang memutus dengan ultra petita.

Definisi dan Arti Kata Disparitas Putusan adalah perbedaan putusan pengadilan dalam kasus serupa. Istilah ini berlaku dalam lapangan hukum pidana maupun lapangan hukum perdata. Pada dasarnya kasus yang muncul di pengadilan tidak pernah sama. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa senantiasa terdapat variabel pembeda antara peristiwa hukum yang satu dengan peristiwa hukum yang lain seperti motif, kondisi sosial, dan sebagainya. Walaupun demikian, disparitas putusan merupakan peristiwa yang mendatangkan kritik moril yang kuat terutama terhadap peristiwa-peristiwa hukum dengan variabel subjektif yang kental. Disparitas putusan dapat menciptakan paradigma bahwa hukum yang diterapkan oleh pengadilan ialah relatif. Padahal secara umum, kepastian hukum dan konsistensi putusan merupakan hal yang diidamkan oleh masyarakat modern. Hal ini merupakan pandangan wajar, karena dengan adanya kepastian hukum dan konsistensi putusan, akan tercipta suatu paradigma perilaku menentukan sikap terhadap hukum yang berlaku. Untuk menghadapi disparitas putusan, Hakim dituntut untuk dapat menjelaskan perbedaan hukum antar kasus tersebut dalam suatu pertimbangan. Hal tersebut telah secara konsisten diterapkan oleh Hakim dalam sistem hukum common law. Berdasarkan pemahaman tersebut, disparitas putusan adalah hal yang diperkenankan namun perlu dilandasi oleh alasan hukum yang kuat. Oleh sebab itu hanya disparitas putusan dengan alasan selain hukum seperti asas kemanfaatan dan sebagainya yang berpotensi menimbulkan kritik moril yang kuat.