Definisi dan Arti Kata Ius Corrigendi adalah frasa Latin yang secara harfiah berarti “hak untuk memperbaiki.” Istilah ini digunakan dalam konteks hukum untuk merujuk pada hak atau kewenangan yang dimiliki oleh pengadilan atau otoritas hukum untuk mengoreksi atau memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam proses hukum atau keputusan yang telah dibuat. Penggunaan kewenangan ini sekaligus menyatakan kesalahan badan peradilan dalam menerbitkan putusan. Ruang lingkup kesalahan dalam bahasan ini terbatas pada kesalahan yang pada dasarnya tidak dimaksud dalam putusan tersebut semisal kesalahan dalam pengetikan.

Dalam praktiknya, “ius corrigendi” dapat mencakup berbagai tindakan atau keputusan yang diambil oleh pengadilan atau otoritas hukum untuk memperbaiki kesalahan administratif, kesalahan interpretasi hukum, atau kesalahan fakta yang mungkin terjadi dalam proses pengadilan. Misalnya, pengadilan dapat mengeluarkan perintah pengubahan atau klarifikasi terhadap putusan sebelumnya, atau membatalkan atau mengoreksi putusan yang dikeluarkan karena kesalahan.

Walaupun dianggap sebagai suatu hak, “ius corrigendi” harus digunakan dengan hati-hati dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, termasuk prinsip keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak-hak individu. Hal ini mengingat perbaikan putusan dalam bentuk apapun dapat menimbulkan spekulasi atas putusan yang telah diterbitkan. Dalam beberapa yurisdiksi, ada prosedur dan persyaratan khusus yang harus dipatuhi sebelum “ius corrigendi” dapat diterapkan, untuk memastikan bahwa tindakan tersebut diambil dengan kebijaksanaan dan keadilan yang tepat.

Di Indonesia, prinsip dari Ius Corrigendi dapat ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 yang pada prinsipnya hanya berlaku terhadap putusan yang salinannya belum diterima oleh para pihak bersengketa.

Definisi dan Arti Kata Ultra Petita adalah frasa Latin yang secara harfiah berarti “lebih dari yang diminta.” Dalam konteks hukum, istilah ini merujuk pada situasi di mana hakim membuat keputusan yang melebihi ruang lingkup permohonan atau tuntutan yang diajukan oleh salah satu pihak dalam kasus tersebut. Hal ini bertentangan dengan asas peradilan yakni asas non ultra petita.

Dalam proses pengadilan, para pihak biasanya mengajukan permohonan atau tuntutan tertentu kepada pengadilan untuk dipertimbangkan. Dalam konteks ultra petita, hakim akan memberikan putusan melebihi atau keluar dari yang diminta oleh para pihak tersebut. Sebagai contoh sempit, Penggugat mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) namun oleh hakim diberikan putusan ganti kerugian sebesar Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta Rupiah). Dalam contoh yang lebih luas, Penggugat mengajukan gugatan wanprestasi namun oleh hakim diputuskan tergugat melakukan wanprestasi bersamaan dengan perbuatan melawan hukum.

Putusan ultra petita secara umum berangkat dari perspektif yang lebih menguntungkan kepada pihak yang mengajukan persengketaan. Hal ini dapat terlihat dari pertimbangan maupun putusan yang akan mendukung dan/atau membenarkan kesalahan maupun kekurangan dari pengaju sengketa bahkan memberikan keuntungan lebih kepadanya.

Putusan ultra petita secara umum akan memunculkan diskusi moral yang menarik. Sudut pandang persengketaan secara umum harus mengacu pada koherensi tuntutan dan alasan hukum dari Pengaju Sengketa. Dalam konteks ini, Pengaju Sengketa harus dipandang hanya meminta sejauh mana ia membutuhkannya. Jatuhnya putusan ultra petita akan menyebabkan pertanyaan, mengapa pihak lain harus dihukum untuk memenuhi kebutuhan dengan berlebihan terhadap pengaju sengketa?

Praktik peradilan seringkali menciptakan keadaan hakim untuk memutus secara ultra petita. Hal ini terjadi seringkali karena kegagalan penggugat untuk memformulasikan gugatan/tuntutan sesuai dengan konteks hukumnya namun konteks gugatan/tuntutan masih dapat dipahami dengan dukungan pembuktian yang tepat. Secara teoritis, kegagalan formulasi dalam gugatan/tuntutan seharusnya merupakan kecacatan formil yang menyebabkan proses peradilan tidak dapat diputuskan dengan lugas mengenai pokok perkaranya. Namun pertimbangan asas cepat, sederhana, biaya ringan seringkali meng-intervensi hal tersebut sejauh mana gugatan/tuntutan secara maksud dapat dipahami dengan pula didukung alat bukti yang jelas. Secara teoritis, ultra petita yang dibenarkan hanya dapat dilakukan oleh hakim sejauh mana hakim diberikan kewenangan untuk itu. Hal ini sering dikenal dengan pertimbangan ex officio.

Definisi dan Arti Kata Secum Allegata Iudicare adalah frasa Latin yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “untuk mengadili sesuai dengan apa yang diajukan.” Frasa ini merujuk pada prinsip bahwa dalam proses pengadilan, hakim diharapkan untuk mempertimbangkan dan mengadili kasus berdasarkan bukti dan argumen yang diajukan oleh para pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.

Dalam konteks hukum, frasa ini menegaskan pentingnya hakim untuk mempertimbangkan bukti dan argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak secara adil dan obyektif sebelum membuat keputusan. Ini menunjukkan bahwa keputusan hakim harus didasarkan pada fakta-fakta dan argumen yang diajukan dalam sidang, dan tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan yang tidak relevan atau faktor-faktor eksternal.

Prinsip “Secum Allegata Iudicare” menekankan pentingnya keadilan dan obyektivitas dalam proses pengadilan, serta perlunya hakim untuk bertindak dengan kebijaksanaan dan kecermatan dalam mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak sebelum membuat keputusan. Secara singkat istilah ini menuntut pengadilan untuk mengadili tidak melebih-lebihkan maupun mengurang-ngurangi dari segala sesuatu yang diajukan di persidangan. Istilah ini berhubungan erat dengan asas non ultra petita.

Definisi dan Arti Kata Court Calender adalah kalender persidangan dalam Bahasa Inggris. Istilah ini merujuk pada daftar jadwal atau agenda kegiatan yang dijadwalkan untuk dilaksanakan di pengadilan pada suatu periode waktu tertentu. Kalender pengadilan biasanya mencakup daftar sidang-sidang yang dijadwalkan, termasuk sidang pengadilan, pemeriksaan perkara, dengar pendapat, dan berbagai acara hukum lainnya yang akan berlangsung dalam suatu periode waktu tertentu.

Informasi yang biasanya termasuk dalam court calendar adalah tanggal, waktu, jenis sidang, nama-nama pihak yang terlibat, nomor perkara, serta informasi lain yang relevan terkait acara-acara hukum yang dijadwalkan.

Court calendar sangat penting untuk para pengacara, pihak yang terlibat dalam perkara hukum, dan masyarakat umum yang ingin mengikuti atau memantau perkembangan suatu kasus hukum tertentu. Dengan memantau court calendar, mereka dapat mengetahui kapan sidang-sidang akan berlangsung dan mempersiapkan diri secara tepat.

Hukum acara di Indonesia tidak secara langsung mengatur mengenai court calender melainkan secara implisit serupa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Walaupun hukum acara tidak mengatur secara lugas hal tersebut, namun berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:1939/DJU/SK/HM.02.3/10/2018 Tentang Pedoman Pemberkasan Arsip Perkara Yang Telah Diminutasi Pada Pengadilan Tingkat Pertama, telah memberikan kewajiban adanya dokumen tersebut dalam berkas perkara. Oleh sebab itu, penjadwalan persidangan secara tertulis secara tidak langsung menjadi diwajibkan keberadaannya di luar hukum acara namun mempengaruhi hukum acara.

Definisi dan Arti Kata Written Oath adalah sumpah tertulis dalam Bahasa Inggris. Sumpah tertulis dalam konteks hukum ialah suatu sumpah yang dilakukan dan dicatatkan dalam suatu dokumen yang pada akhirnya mencatatkan bahwa si pengambil sumpah telah mengangkat sumpah. Sumpah yang dilakukan pada hakikatnya memang ditujukan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu yang dapat dilakukan dengan perantara suatu dokumen. Di Indonesia, Written Oath dapat ditemukan pada Berita Acara Penyidikan di Kepolisian maupun Berita Acara Persidangan di Pengadilan.

Definisi dan Arti Kata Aanklacht adalah kata dalam Bahasa Belanda yang dapat diterjemahkan sebagai dakwaan dalam bahasa Indonesia. Istilah ini merujuk kepada tindakan atau proses secara resmi menyatakan bahwa seseorang atau entitas telah melakukan pelanggaran hukum atau tindakan ilegal tertentu. Aanklacht biasanya diajukan oleh pihak penuntut atau otoritas hukum dalam rangka memulai proses hukum atau pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa.

Dalam konteks sistem hukum, aanklacht adalah langkah awal dalam proses pengadilan di mana pihak penuntut menyampaikan tuduhan atau dakwaan terhadap tersangka. Ini berfungsi sebagai dasar hukum untuk memulai penyelidikan dan pengadilan atas kasus tersebut. Aanklacht mencakup informasi tentang pelanggaran hukum yang diduga telah dilakukan, bukti-bukti yang mendukung tuduhan tersebut, dan permintaan atas tindakan hukum atau sanksi yang sesuai jika terdakwa dinyatakan bersalah. Dalam konteks hukum pidana, aanklacht sering kali digunakan dalam proses pengadilan untuk menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah terhadap tuduhan yang diajukan oleh pihak penuntut.

Definisi dan Arti Kata Amicus Curiae adalah istilah hukum Latin yang secara harfiah berarti “teman pengadilan”. Dalam konteks hukum, istilah ini merujuk pada individu atau kelompok yang bukan merupakan pihak dalam suatu persidangan, tetapi memiliki kepentingan dalam masalah yang dibahas di persidangan tersebut. Sebagai teman pengadilan, amicus curiae memberikan pendapat atau nasihat kepada pengadilan terkait dengan masalah yang dibahas dalam persidangan. Biasanya, amicus curiae diajukan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan di luar pihak-pihak yang terlibat langsung dalam persidangan, seperti organisasi nirlaba, kelompok advokasi, atau akademisi. Tujuan dari amicus curiae adalah untuk membantu pengadilan dalam memahami isu-isu hukum yang mendasari suatu kasus atau memberikan informasi yang relevan dengan kasus tersebut.

Meskipun amicus curiae tidak memiliki kedudukan formal dalam persidangan, namun pandangan mereka dapat mempengaruhi putusan pengadilan. Dalam beberapa kasus, pandangan amicus curiae bahkan dapat menjadi faktor penting dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi kebijakan hukum yang diambil oleh pengadilan. Kepentingan Amicus Curiae mengingat bahwa kepentingan sengketa dalam hukum acara biasanya hanya melibatkan keterangan dan pembuktian kedua belah pihak. Dalam hal ini, dimungkinkan kedua belah pihak tidak mengakomodir kepentingan pihak ketiga secara umum atau dengan sengaja menutup kepentingan tersebut. Walaupun hukum acara mengakui adanya intervensi pihak ketiga dalam keadaan tersebut, namun dalam konteks ini kepentingan pihak ketiga tersebut terlalu jauh atau menjadi terlalu rumit untuk digabungkan dalam satu persidangan yang sama sehingga lebih efektif bilamana hanya disampaikan melalui amicus curiae. Hukum Acara Perdata di Indonesia dalam tafsir meluas dapat mengakomodir amicus curiae sebagai suatu persangkaan.