Definisi dan Arti Kata Dwangsom adalah uang paksa dalam Bahasa Belanda. Istilah ini sering digunakan dalam praktik peradilan perkara perdata untuk dicantumkan dalam amar putusan. Permintaan atau penjatuhan dwangsom kepada seseorang dimaksudkan untuk memberikan paksaan yang bersifat ekonomis kepada seseorang dalam melaksanakan suatu perbuatan. Oleh karenanya, dwangsom biasanya ditetapkan dalam besaran sejumlah uang yang bertambah seiring waktu berjalan hingga perbuatan yang ditujukan terlaksana. Dwangsom dijatuhkan mengingat dalam perkara perdata tidak terdapat suatu upaya paksa yang dapat memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan sita maupun eksekusi belum tentu dapat dilaksanakan, mengingat pelaksanaannya bergantung pada keberadaan aset seseorang.

Penjatuhan dwangsom akhirnya memberikan dampak psikologis ekonomis kepada seseorang yakni dengan pikiran asumtif bahwa tagihan yang akan dikenakan kepadanya akan semakin bertambah bilamana perbuatan yang ditujukan tidak segera dilaksanakan. Mahkamah Agung mengambil sikap terhadap dwangsom tidak dapat dibebankan dalam hal perbuatan yang dipaksakan ialah pembayaran sejumlah uang. Hal ini mengingat dampak psikologis ekonomis yang diharapkan dalam penjatuhan dwangsom tidak akan terjadi terhadap pihak yang tidak mau/tidak mampu membayar sejumlah uang.

Definisi dan Arti Kata Motif adalah alasan untuk dilakukannya suatu tindak pidana. Istilah ini dapat dipersamakan dengan motivasi yang terbatas pada perbuatan pidana. Motif biasanya merupakan suatu penyimpulan oleh pelaku kejahatan terhadap peristiwa tertentu yang menyebabkan munculnya niat untuk melakukan kejahatan. Berdasarkan memorie van toelichting terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, motif tidak mempengaruhi dalam penilaian atas perbuatan pelaku kejahatan melainkan hanya sebagai alasan memperingan atau memperberat hukuman terhadap Terdakwa. Hal ini mengingat hukum pidana tidak pernah sekalipun dapat menjatuhkan pidana terhadap niat, apalagi terhadap alasan timbulnya niat. Oleh sebab itu, ada atau tidaknya motif tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan salah atau tidaknya perbuatan terdakwa. Walaupun demikian, keberadaan motif memiliki peran tersendiri dalam menyimpulkan suatu alat bukti petunjuk dalam proses penegakan hukum pidana.

Definisi dan Arti Kata Fakta Notoir adalah fakta yang sudah dikenal. Istilah ini merupakan serapan dari Bahasa Belanda yang sama padanannya dengan pengertian dari notoire feiten notorious. Dalam Bahasa Inggris, istilah ini disamakan dengan istilah generally known. Fakta Notoir merupakan fakta yang disimpulkan bukan berdasarkan pembuktian, melainkan berdasarkan kelaziman yang tidak dapat dibantah lagi. Karena merupakan bagian dari penilaian fakta, istilah ini hanya berlaku bagi penilaian peristiwa hukum dan bukan mengenai kaidah hukumnya. Kelaziman yang dimaksud ialah kelaziman universal, seperti benda yang jatuh dari peristiwa hujan selalu membawa air dan menciptakan basah. Contoh fakta notoir yang demikian menyebabkan dalil mengenai hujan yang menyebabkan basah tidak perlu dibuktikan kembali. Apabila terhadap dalil yang menyebutkan hujan abu, hujan darah, maupun hujan-hujan lainnya maka terhadapnya perlu dibuktikan apakah benar hujan tersebut merupakan hujan abu, hujan darah, maupun sebaliknya. Kaidah fakta notoir memberikan keringanan beban pembuktian dan mempermudah jalannya persidangan mengingat kaidah utama pembuktian ialah siapa yang mendalilkan ia yang membuktikan. Tanpa adanya kaidah fakta notoir, maka peristiwa hujan menyebabkan basah sekalipun harus dibuktikan. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, fakta notoir dapat ditemukan dalam Pasal Pasal 184 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Definisi dan Arti Kata Praktisi Hukum adalah orang-orang yang menjalankan praktik hukum. Istilah ini sering dikaitkan dengan orang yang menjalankan suatu profesi di bidang hukum. Profesi tersebut tidak lagi membahas mengenai definisi maupun istilah hukum semata, melainkan membahas bagaimana hukum dapat bekerja dalam keadaan masyarakat sesungguhnya. Istilah ini sering dikaitkan dalam artian sempit sebagai aparat penegak hukum meliputi Hakim, Jaksa, Advokat, maupun Kepolisian yang memiliki legitimasi tahu akan hukumnya. Walaupun demikian mengingat hukum merupakan bagian ilmu yang bergandengan erat dengan kehidupan masyarakat, maka praktisi hukum dalam artian luas ialah semua elemen masyarakat itu sendiri.

Definisi dan Arti Kata Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawabatas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Definisi tersebut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Berdasarkan aturan tersebut pengangkatan anak dapat dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat maupun dengan penetapan pengadilan. Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orangtua kandungnya. Penegasan kaidah hubungan darah dalam pengangkatan anak tersebut condong kepada kaidah pengangkatan anak dalam Hukum Islam.

Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak.

Sejarah pengangkatan anak di Indonesia muncul dalam masa Pemerintahan Kolonial Belanda melalui Staatblad Nomor 129 Tahun 1917 guna mengakomodir praktik pengangkatan anak bagi Keturunan Cina di masa lalu. Dalam praktik tersebut, anak yang diangkat tersebut akan dialihkan hubungan kekeluargaannya dari keluarga yang lama menjadi keluarga yang baru dengan tujuan memperoleh keturunan anak laki-laki. Dengan demikian, anak tidak lagi dimaksudkan untuk memiliki hubungan keluarga dari orang tua aslinya. Berdasarkan kaidah tersebut, anak angkat selanjutnya diberikan hak waris yang sederajat dengan anak kandung lainnya. Hal inilah yang kemudian dikembangkan dalam praktik peradilan sebagai dasar pemberian hak waris kepada anak angkat. Praktik tersebut telah memperlebar pemberlakuan hukum yang terbatas pada Keturunan Cina semata menjadi kepada semua orang yang dasar kaidah pengangkatan anaknya berbeda dengan praktik yang dilakukan oleh Keturunan Cina saat itu.

Dalam praktik Keturunan Cina di masa lalu, anak yang diangkat tersebut akan dialihkan hubungan kekeluargaannya dari keluarga yang lama menjadi keluarga yang baru.

Melihat adanya pertentangan mendasar terhadap pengangkatan anak dalam Staatblad Nomor 129 Tahun 1917 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, maka berdasarkan Pasal 43 Peraturan Pemerintah tersebut seharusnya Staatblad Nomor 129 Tahun 1917 tidak dapat dipertahankan sebagai dasar dalam pengangkatan anak, termasuk sebagai dasar dalam pemberian hak waris terhadap anak. Oleh sebab itu, hak waris terhadap anak angkat tidak lagi diakomodir dalam hukum positif di Indonesia. Walaupun demikian, mengingat hukum waris di Indonesia belum dilakukan unifikasi hukum, maka terhadap hak waris terhadap anak angkat masih mungkin diberikan dalam koridor hukum adat. Dalam praktik peradilan sering ditemukan anggapan bahwa, pengangkatan anak untuk mendapatkan waris diajukan ke Pengadilan Negeri, sedangkan apabila hanya untuk meneguhkan status anak angkat, maka diajukan ke Pengadilan Agama. Anggapan tersebut perlu ditelaah kembali mengenai kaidah mana yang digunakan untuk mendasarinya, terutama setelah kaidah yang digariskan dalam Staatblad Nomor 129 Tahun 1917 sudah sangat jauh berbeda baik dari struktur masyarakat maupun hukum positif yang berlaku saat ini. Terlebih, tujuan utama pengangkatan anak bukan terhadap urusan waris melainkan kepentingan pemeliharaan bagi anak.

Definisi dan Arti Kata Roya adalah pencoretan suatu pencatatan hak tanggungan. Istilah roya dapat ditemukan dalam bagian Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Dikarenakan hak tanggungan hanya dapat diberlakukan terhadap tanah bersertipikat, maka roya juga hanya dapat diberlakukan pada suatu tanah bersertifikat. Roya pada hakikatnya merupakan proses administratif untuk menghapuskan pencatatan hak tanggungan dan tidak memiliki hukum sebab akibat terhadap keberadaan hubungan hukum jaminan tersebut. Hal ini mengingat bahwa hukum jaminan merupakan hubungan hukum asesoir yang keberadaannya otomatis menghilang ketika perjanjian utang piutang sebagai pokok perjanjian telah berakhir. Dengan demikian, syarat mengajukan roya yang terpenting ialah keterangan mengenai berakhirnya perjanjian utang piutang tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada surat keterangan lunas. Walaupun demikian, dikarenakan hak tanggungan merupakan hak yang terbit dengan didasarkan pada pencatatannya, maka pencoretan pencatatan tersebut menjadi penting dilakukan. Pengertian istilah roya dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa istilah ini secara kebahasaan muncul dari kebiasaan di masyarakat.

Definisi dan arti kata Geen Straft Zonder Schuld adalah tiada pemidanaan tanpa kesalahan. Penafsiran dari asas ini merujuk pada pemahaman bahwa hanya orang yang bersalah yang dapat dijatuhi pidana. Asas ini merupakan hubungan sebab akibat antara perbuatan salah sehingga dapat dijatuhi hukuman pidana. Tanpa adanya suatu perbuatan yang dianggap salah oleh hukum maka seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman pidana. Penilaian dari perbuatan salah ini selanjutnya oleh hukum pidana dapat dibagi menjadi kesengajaan dalam melakukan kesalahan ataupun lalai sehingga terjadi perbuatan yang salah. Penilaian ini menjadi hal yang sangat sulit sehubungan objek penilaian adalah sikap batin. Mengingat pemidanaan hanya dapat dilakukan pada perbuatan yang telah dilakukan, maka penilaian sikap batin hanya dilakukan pada petunjuk-petunjuk pada perbutan yang nyatanya telah dilakukan oleh seseorang.

Definisi dan Arti Kata Fakta Hukum adalah fakta yang diakui oleh hukum. Istilah ini dapat dipersamakan dengan fakta di persidangan karena proses perolehan fakta hukum ialah melalui proses persidangan. Fakta hukum dimungkinkan untuk berbeda dari kejadian sebenarnya. Hal ini mengingat fakta hukum merupakan pengambilan kesimpulan oleh hakim dalam menilai alat bukti yang dihadirkan ke persidangan. Apabila alat bukti yang dihadirkan tidak lengkap, maka pengambilan kesimpulan tersebut dapat berbeda dari kejadian sebenarnya. Selain itu, kemampuan hakim dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan alat bukti akan mempengaruhi validitas fakta hukum dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Terlepas dari hal tersebut, fakta hukum merupakan fakta yang sah untuk digunakan dalam menilai suatu hubungan hukum dan menjatuhkan putusan.

Definisi dan Arti Kata Testimonium De Auditu adalah keterangan tanpa pendengaran yang berasal dari Bahasa Latin. Istilah ini digunakan secara luas untuk menggambarkan keadaan saksi yang memberikan keterangan tanpa mengalami langsung peristiwa hukumnya. Biasanya, saksi model ini hanya memberikan keterangan berdasarkan keterangan orang lain yang diketahuinya. Istilah ini sangat erat kaitannya dengan Saksi sebagai Alat Bukti dalam proses peradilan. Pada prinsipnya, alat bukti digunakan untuk menggambarkan peristiwa hukum sebenarnya mengingat lembaga peradilan perlu memberikan penilaian terhadap peristiwa hukum tersebut walaupun tanpa kehadirannya disaat itu. Rasio tersebut yang menyebabkan kesaksian harus betul-betul tahu mengenai peristiwa hukum yang terjadi dan pengetahuannya bukan berdasarkan cerita dari pihak lain.

Rasio pembuktian tersebut sempat direduksi dalam praktik interpretasi Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menggariskan bahwa kesaksian terpaku pada peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Praktik interpretasi tersebut diluruskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menegaskan pemaknaan melalui kata ‘tidak selalu’ dalam peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Merujuk pada pertimbangan dalam putusan tersebut, pemaknaan kata ‘tidak selalu’ tersebut bukan berarti memberikan keleluasaan bagi Saksi yang menerangkan berdasarkan cerita dari orang lain, melainkan keterangan Saksi yang tetap dialaminya sendiri meskipun menggambarkan peristiwa di luar dari peristiwa hukum yang sedang dinilai. Sebagai contoh, keterangan Saksi yang menimbulkan alibi bagi Terdakwa menjadi diperkenankan.

Definisi dan arti kata Audi Et Alteram Partem adalah mendengar pihak yang lain. Istilah ini berasal dari Bahasa Latin dan menjadi asas umum yang dikenal di seluruh dunia. Di Indonesia, asas ini sering diterjemahkan sebagai mendengarkan kedua belah pihak mengingat hanya terdapat dua pihak dalam acara peradilan di Indonesia. Pada prinsipnya asas ini mengajarkan agar hakim wajib mendengarkan versi lain dari klaim pihak yang mengajukan perkara. Asas ini penting untuk menjaga praduga tak bersalah kepada pihak yang dituntut dari tuntutan pihak yang mengajukan perkara.