Definisi dan arti kata Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Definisi tersebut mengacu pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Peraturan tersebut mempersempit makna lambang negara yang dimaksud ialah Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masih berdasarkan aturan yang sama, disebutkan bahwa tujuan dalam pembentukan ketentuan tersebut yakni untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan terakhir menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan. Artinya, penggunaan Lambang Negara lain selain yang diatur dalam aturan itu dapat menciptakan kondisi yang berkebalikan dari tujuan awal pembentukan aturan tersebut.

Penggunaan Lambang Negara lain selain yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan berpotensi mengganggu ketertiban, melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Lambang Negara wajib digunakan di dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan
pendidikan, luar gedung atau kantor, lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara, paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah, uang logam dan uang kertas, meterai.

Definisi dan arti kata Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Istilah tersebut dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Dalam hukum bisnis, Direksi sering disebut sebagai Board of Director. Sekalipun sebagai wakil perseroan, Direksi bukanlah pihak yang tepat untuk dipandang sebagai perseroan itu sendiri. Sehingga dalam membuat perjanjian, korespondensi, maupun mengajukan gugatan, seharusnya Direksi tidak disebutkan untuk dimaksudkan sebagai perseroan terbatas itu sendiri melainkan cukup sebagai wakil dari perseroan. Selain itu, Direksi juga tidak dapat dianggap pemilik dari perseroan meskipun jalannya perseroan sangat bergantung pada keputusan bisnis dari Direksi. Anggota dari Direksi biasa disebut Direktur. Kewenangan setiap Direktur dapat dibatasi melalui Anggaran Dasar/Akta Pendirian/Rapat Umum Pemegang Saham. Apabila kewenangan Direktur didapatkan melalui pelimpahan kewenangan dari Direktur lainnya dalam bentuk surat keputusan, surat kuasa, maupun bentuk dokumen lainnya, maka pertanggungjawabannya bergantung pada mekanisme pelimpahan kewenangan yang diberikan.

Direksi dalam menjalankan perseroan diberikan kepercayaan penuh oleh pemegang saham untuk mengelola modal yang telah disetorkan ke dalam perseroan. Oleh sebab itu, Direksi terikat dengan doktrin fiduciary duty dan bussiness judgement rule yang pada akhirnya diharapkan sampai pada titik tata kelola perusahaan yang baik. Kewenangan Direksi yang begitu besar dalam mengelola modal tadi menyebabkan direksi dimungkinkan untuk berlaku curang. Oleh sebab itu, dimungkinkan baginya untuk bertanggung jawab atas kesalahannya dengan menangung kewajiban perseroan terbatas secara pribadi. Hal ini disebut sebagai doktrin piercing the corporate veil.

Direksi terikat dengan doktrin fiduciary duty dan bussiness judgement rule yang pada akhirnya diharapkan sampai pada titik tata kelola perusahaan yang baik

Direktur diangkat dan diberhentikan melalui akta pendirian perseroan terbatas atau melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Direktur yang diangkat tidak melalui Akta Pendirian/Rapat Umum Pemegang Saham, bukan merupakan bagian dari Organ Perseroan Terbatas melainkan dianggap sebagai tenaga kerja perseroan terbatas tersebut. Oleh sebab itu, terhadapnya tidak berlaku ketentuan mengenai perseroan terbatas melainkan berlaku ketentuan mengenai ketenagakerjaan. Direktur dapat pula merangkap jabatan sebagai pemegang saham.

Direktur yang diangkat tidak melalui Akta Pendirian/Rapat Umum Pemegang Saham, bukan merupakan bagian dari Organ Perseroan Terbatas melainkan dianggap sebagai tenaga kerja perseroan terbatas tersebut

Syarat untuk dapat menjadi Direktur Perseroan Terbatas adalah dalam 5(lima) tahun terakhir sebelum diangkat tidak pernah termasuk dalam hal-hal sebagai berikut :

  1. dinyatakan pailit;
  2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
    menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
  3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
    yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Syarat itu merupakan syarat umum dan dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan perseroan/peraturan teknis lainnya. Sedangkan untuk gaji Direktur, wajib ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham.

Dalam hal tertentu, Direktur dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris. Kewenangan Direktur yang diberhentikan sementara itu, akan dilaksanakan oleh siapa di dalam Anggaran Dasar/Akta Pendirian telah menyebutkannya. Biasanya kewenangan ini akan diambil oleh Anggota Direksi lainnya. Bilamana Akta Pendirian/Anggaran Dasar tidak menyebutkan peralihan kewenangan sementara itu, maka harus diadakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberikan kewenangan tersebut. Secara hukum, Direktur hanya boleh diangkat untuk jangka waktu tertentu dan untuk selanjutnya dapat diangkat kembali melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam praktik, biasanya Akta Pendirian mencantumkan klausul masa jabatan Direksi selama 5(lima) tahun. Praktik di lapangan, sering ditemukan banyak Direktur yang belum diangkat kembali setelah jangka waktu tersebut. Dalam hal ini, Direktur yang bersangkutan secara hukum harus dianggap tidak berwenang untuk mewakili perseroan. Pihak ketiga beriktikad baik yang sudah melakukan perikatan dengan Direktur tersebut seharusnya dilindungi oleh hukum dengan tetap mempertahankan perikatannya. Sedangkan dari sisi perseroan, perbuatan Direktur tidak wenang tersebut dapat diserap melalui Rapat Umum Pemegang Saham maupun Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak oleh Direksi yang masih berwenang.

Praktik di lapangan, sering ditemukan banyak Direktur yang belum diangkat kembali setelah jangka waktu tersebut. Dalam hal ini, Direktur yang bersangkutan secara hukum harus dianggap tidak berwenang untuk mewakili perseroan

Dikarenakan Direksi dipilih melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham, maka secara praktis Direksi merupakan orang pilihan dari Pemegang Saham mayoritas. Oleh sebab itu, dimungkinkan bagi Direksi untuk melakukan tindakan yang menguntungkan Pemegang Saham mayoritas namun merugikan Pemegang Saham minoritas. Sebagai contoh, Direksi menjual aset perseroan secara langsung kepada Pemegang Saham Mayoritas dengan harga di bawah harga pasar. Dalam kejadian tersebut, Pemegang Saham minoritas akan mengalami kerugian berupa pengurangan nilai aset perseroan yang menyebabkan secara akuntansi harga saham yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas ikut menurun. Hukum Perseroan Terbatas oleh sebab itu memberikan perlindungan dengan memberikan hak pemegang saham minoritas untuk mengajukan gugatan derivatif, yakni gugatan perseroan yang diwakili oleh pemegang saham minoritas terhadap direksi beriktikad buruk.

Direksi maupun Direktur pada praktiknya sering digunakan untuk orang yang bertanggungjawab secara langsung dalam suatu organisasi maupun perusahaan selain perseroan terbatas. Dalam hal ini, ketentuan mengenai perseroan terbatas tentu tidak dapat diberlakukan terhadap Direksi maupun Direktur tersebut. Padanan kata dalam bisnis terhadap Direktur didapati Presiden Direktur, Chief Executive Officer, Chief Technology Officer, dan sebagainya. Perbedaan paling mencolok dari istilah-istilah tersebut ialah kewenangannya dalam mengurus perseroan. Dalam hukum Indonesia, kewenangan itu diatur dalam akta pendirian/anggaran dasar perseroan.

Definisi dan arti kata Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil. Definisi tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Sebagai badan hukum, perseroan terbatas memiliki persona standi in judicio yang berbeda dari orang-orang yang tergabung di dalamnya. Oleh sebab itu, segala hak dan kewajiban perseroan terbatas pada prinsipnya harus dipisahkan dari pihak-pihak tersebut kecuali dapat dibuktikan pihak-pihak tersebut mengikatkan diri dalam hak dan kewajiban perseroan terbatas. Pengikatan diri tersebut dapat terjadi akibat dari perjanjian maupun akibat dari undang-undang. Walaupun demikian, perseroan terbatas sebagai bentuk persona buatan tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri melainkan dilakukan oleh organ perseroan terbatas.

Perseroan Terbatas sebagai bentuk persona buatan tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri melainkan dilakukan oleh Organ Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas memiliki 3(tiga) organ yakni Direksi, Rapat Umum Pemegang Saham, dan Dewan Komisaris. Organ perseroan tidak dapat dipandang sebagai perseroan itu sendiri, melainkan hanya sebagai perwujudan dari perbuatan perseroan dalam koridor kewenangannya masing-masing. Oleh sebab itu, organ perseroan tidak dapat diikat secara hukum oleh pihak ketiga yang dimaksudkan untuk mengikatkan pada perseroan secara keseluruhan.

Pendirian Perseroan Terbatas awalnya didirikan berdasarkan perjanjian yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar. Pengertian ini menjadikan perseroan terbatas harus didirikan oleh minimal 2 (dua) orang dengan maksud mengumpulkan modal. Oleh sebab itu, perseroan terbatas tidak dapat didirikan oleh pasangan suami istri dengan harta bersama tidak terpisah. Dari modal itulah yang kemudian dibagikan hak kepemilikan dalam bentuk saham. Semenjak modal disetor oleh pemegang saham ke perseroan, maka modal tersebut menjadi kepemilikan bersama antara pemegang saham lainnya dan akan berubah statusnya menjadi milik perseroan ketika perseroan terbatas mendapatkan status badan hukum. Terhadap modal perseroan dikenal istilah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.

Semenjak modal disetor oleh pemegang saham ke perseroan, maka modal tersebut menjadi kepemilikan bersama antara pemegang saham lainnya dan akan berubah statusnya menjadi milik perseroan ketika perseroan terbatas mendapatkan status badan hukum

Hukum Indonesia mengenal pengecualian kepemilikan saham perseroan terbatas untuk minimal 2(dua) orang tersebut, yakni khusus untuk Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal atau Perseroan yang memenuhi kriteria untuk Usaha, Mikro dan Kecil. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk Usaha, Mikro dan Kecil ini kemudian dapat dipersamakan dengan Perseroan Perorangan.

Sebagai badan hukum, anggota-anggota organ perseroan seolah-olah dapat berlindung dibalik bentuk badan hukum perseroan terbatas. Namun, undang-undang telah menegaskan apabila anggota dari organ perseroan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dapat serta merta bertanggungjawab atas kewajiban perseroan terbatas. Konsep tersebut sering dikenal dengan doktrin piercing the corporate veil.

Definisi dan arti kata Pencurian adalah mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Definisi tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Untuk dapat disebut sebagai pencurian, setidaknya harus memenuhi ketiga unsur dalam pengertian tersebut.

Unsur yang pertama ialah harus ada perbuatan mengambil. Perilaku mengambil dalam yurisprudensi hukum pidana diartikan sebagai perbuatan untuk memindahkan yang dalam hal ini dilakukan terhadap barang. Terhadap perpindahan tersebut, cukuplah dipandang berpindah dari tempatnya semula. Sebagai contoh, sebuah handphone semula diletakkan di atas meja dalam suatu kamar. Kemudian seseorang memindahkan handphone tersebut ke tempat tidur. Terhadap perbuatan tersebut cukuplah dipandang sebagai perbuatan mengambil.

Unsur yang kedua ialah barang. Pengertian barang sendiri tidak disebutkan secara spesifik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Oleh sebab itu, pengertian barang harus ditafsirkan secara sistemik sebagaimana dikenal dalam hukum perdata. Barang yang dimaksud dalam ketentuan tersebut, secara konsisten seharusnya ditafsirkan sebagai benda bergerak berwujud. Konsistensi ini didapat dari pemahaman perbuatan mengambil haruslah merupakan perbuatan fisik yang memindahkan secara fisik pula. Oleh karena itu, tidak dimungkinkan adanya pencurian bidang tanah menurut ketentuan ini. Mungkin terjadi pencurian terhadap galian tanah dari bidang tersebut. Perlu dicermati, terhadap kebendaan bergerak tidak berwujud seperti hak cipta sejatinya tidak dapat dilakukan pencurian berdasarkan ketentuan ini. Dimungkinkan terhadapnya pencurian sertifikat hak cipta atau pencurian ciptaannya. Begitu pula terhadap pencurian surat berharga seperti cek, harus dipahami yang dicuri bukanlah uang melainkan surat cek tersebut yang bernilai uang.

Kebendaan bergerak tidak berwujud seperti hak cipta sejatinya tidak dapat dilakukan pencurian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Perkembangan maksud barang dalam ketentuan ini untuk menyebut energi semisal listrik untuk menggeneralisir maksud dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana termasuk pula dalam kaitan benda tidak berwujud, tidaklah cukup relevan lagi. Pertama terhadap pencurian listrik telah diatur dalam undang-undang lain secara spesifik. Kedua, berdasarkan ilmu pengetahuan listrik telah dapat dijabarkan sebagai pergerakan muatan atom yang mana atom sendiri merupakan materi fisik walaupun tidak kasat mata. Pendeketan ilmu pengetahuan saintifik tersebut perlu didorong dalam hal mana terjadi perkembangan baru semisal pencurian cahaya (pendekatan dualisme partikel cahaya), pencurian nuklir (pendekatan reaksi fusi maupun fisi), dan sebagainya.

Menggeneralisir maksud dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana termasuk pula dalam kaitan benda tidak berwujud, tidaklah cukup relevan lagi

Unsur terakhir ialah dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Setiap kata dengan maksud yang ditemui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia perlu dipahami dalam bingkai doktrin teoritis mengenai kesengajaan. Dalam ketentuan tersebut, pencurian tidak mungkin dilakukan secara tidak sengaja. Sebagai contoh salah ambil handphone karena mirip dengan miliknya, secara umum tidak dapat dipandang sebagai kesengajaan. Masih berdasarkan ketentuan ini pula, kesengajaan itu harus berwujud maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Keinsyafan pihak yang mengambil barang dalam hal ini harus memahami bahwa barang yang diambil ialah bukan miliknya, sedangkan peralihan hak milik tersebut dilakukan dengan tidak memenuhi kaidah-kaidah hukum terkait peralihan hak kepemilikan.

Kesengajaan itu harus berwujud maksud untuk memiliki secara melawan hukum

Masih dalam koridor ketentuan yang sama. Terdapat unsur barang siapa yang merujuk pada pelaku perbuatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya mengakui pelaku perbuatan ialah orang alamiah yakni manusia. Sehingga, tidak dimungkinkan adanya pencurian yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas, Yayasan, ataupun Koperasi. Namun dimungkinkan jika pencurian dilakukan oleh Direktur Perseroan Terbatas, Ketua Yayasan, ataupun Anggota Koperasi, dan sebagainya.

Definisi dan arti kata Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi tersebut secara lengkap ditulis dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Secara teori, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang dan tidak dapat dipungut berdasarkan ketentuan di bawah peraturan perundang-undangan. Pungutan pajak di luar peraturan perundang-undangan dapat mengindikasikannya suatu pungutan ilegal atau merupakan suatu pungutan yang tidak dapat dikategorikan sebagai pajak. Pajak memiliki ciri utama yakni tidak dapat dirasakan langsung suatu manfaat pembayarannya oleh pembayar pajak yang dalam artian luas, pembayar pajak tidak memiliki hak untuk menagih secara langsung manfaat pembayaran pajaknya pada saat itu juga.

Pajak harus dipungut berdasarkan Undang-Undang

Sebagai suatu kewajiban, secara umum wajib pajak tidak dapat mengingkari kewajiban perpajakan. Namun, beberapa peraturan perundang-undangan dapat memberikan keringanan atau pengecualian dari pengenaan pajak. Hal yang terpenting, setiap pembayaran pajak akan diberikan suatu faktur pajak yang menjadi bukti setoran resmi wajib pajak telah diterima oleh negara dan bukan merupakan pungutan ilegal/pungutan liar. Uang yang terkumpul dalam pembayaran pajak akan digunakan oleh negara untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, pajak yang terkumpul dalam satu tahun pajak secara umum akan masuk dalam APBN yang kemudian akan digunakan untuk keperluan yang telah dianggarkan. Beberapa jenis pajak dimungkinkan untuk digunakan dalam APBN tahun berjalan.

Di Indonesia, kejahatan perpajakan sering dianggap perbuatan jahat yang serius karena dapat memengaruhi jalannya roda pemerintahan dalam jangka panjang. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa pajak menjadi sumber pendapatan negara yang sangat digantungkan dan nyaris sulit untuk tergantikan. Untuk itu, himbauan pembayaran pajak memang senantiasa diserukan oleh Pemerintah. Menariknya, beberapa aturan dapat memberikan Pejabat dalam suatu Organ Pemerintah suatu pertanggungan dalam pembayaran pajak yang secara singkat dapat dipahami bahwa Pajak yang harus dibayarkan tersebut ditanggung oleh negara.

Definisi dan arti kata Undang-Undang adalah salah satu bagian dari Peraturan Perundang-Undangan. Secara luas, undang-undang dapat diartikan seluruh peraturan perundang-undangan yang artinya merupakan serangkaian aturan memaksa dan dibuat oleh negara. Namun dalam artian sempit, undang-undang hanya diartikan sebagai salah satu bagian peraturan perundang-undangan yang apabila di Indonesia berada pada tingkatan di bawah Undang-Undang Dasar. Sebagai aturan yang dibuat negara, Undang-Undang dapat dikategorikan sebagai hukum positif dan dibuat oleh organ yang berwenang untuk membuatnya. Di Indonesia, Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden (yang walaupun tidak disetujui dapat dianggap sah). Walaupun demikian, usulan Rancangan Undang-Undang dapat dibuat oleh Presiden (eksekutif) maupun Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif) itu sendiri. Harap dicatat, Undang-Undang tidak dapat dipersamakan dengan Undang-Undang Dasar.

Undang-Undang berbeda dengan Undang-Undang Dasar

Undang-Undang sudah dapat dipastikan berada dalam tataran hukum tertulis, dan tidak lazim dinyatakan dalam suatu aturan tidak tertulis. Produk Undang-Undang di Indonesia harus dibuat berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan penyimpangan terhadapnya dapat diajukan keberatan melalui mekanisme Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan atas penyimpangan Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar sifatnya final dan binding yang artinya tidak dapat diubah karena alasan apapun juga. Hal ini sering menuai kritik karena ada kemungkinan proses pengujian dilakukan secara cacat hukum yang harusnya secara logika membuat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah demi hukum. Namun sejauh ketentuan Undang-Undang Dasar belum diubah, maka konstruksi upaya terakhir dan mengikat tersebut tidak dapat diganggu gugat.

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar sehingga hasil keputusannya secara teori tidak dapat disimpangi oleh Pembuatan Undang-Undang berikutnya. Undang-Undang di Indonesia merupakan salah satu instrumen hukum yang boleh memuat ketentuan pidana disamping Peraturan Daerah. Kebolehan muatan ketentuan pidana tersebut dilogikakan sebagai suatu kesepakatan antara rakyat (diwakili Dewan Perwakilan Rakyat) dengan Negara untuk menentukan dalam hal-hal apa saja rakyat boleh dijatuhi hukuman pidana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, pembuatan Undang-Undang harus didahului oleh rancangan akademis yang artinya ketiadaan rancangan tersebut seharusnya dapat membuat Undang-Undang menjadi cacat formil.

Definisi dan Arti Kata Sengketa adalah kondisi adanya perbedaan pendapat yang saling dipertahankan antar para pihak. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang sangat luas dan mencakup segala aspek kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks hukum, sengketa merupakan perbedaan pendapat antar para pihak yang perbedaan tersebut memiliki akibat hukum. Berdasarkan pengertian tersebut, setidaknya diperlukan dua belah pihak untuk menjadi syarat terjadinya sengketa. Kedua belah pihak tersebut harus memiliki pendapat masing-masing dalam memahami suatu hal yang saling dipertahankan dan belum memiliki titik temu kesamaan pendapat. Tidak ada kualifikasi mengenai subjek hukum yang berwenang untuk bersengketa. Oleh karena itu, semua subjek hukum memiliki potensi untuk bersengketa.

Semua subjek hukum memiliki potensi untuk besengketa.

Sengketa dapat terjadi di seluruh ruang lingkup keilmuan hukum. Walaupun demikian, sengketa lebih lazim dikenal dalam keilmuan hukum perdata. Dalam keilmuan hukum perdata, sengketa dapat muncul akibat perbedaan pendapat mengenai suatu perjanjian maupun perbuatan-perbuatan melawan hukum lainnya. Perbedaan pendapat mengenai suatu perjanjian biasanya terkait dengan isinya, pelaksanaannya, maupun penafsirannya. Oleh karena itu, menejemen sengketa dalam perjanjian senantiasa mengantisipasi ketiga potensi perbedaan pendapat tersebut. Sedangkan terhadap perbuatan melawan hukum, sengketa lebih sering muncul terhadap nominal kerugian yang harus dipulihkan sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.

Cara penyelesaian sengketa hukum dapat ditempuh dengan berbagai cara. Setidaknya ada 2 (dua) kelompok besar cara penyelesaian sengketa, yakni melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Jalur non litigasi dalam penyelesaian sengketa lebih diterima dalam sengketa hukum keperdataan, karena berpusat pada suatu titik damai tanpa melibatkan organ-organ penegakan hukum. Hal tersebut saat ini lebih condong ditolak dalam hukum pidana, walaupun untuk beberapa hal sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Sedangkan jalur litigasi merupakan jalur yang masih dominan karena melibatkan pengadilan yang telah memiliki alat eksekusi yang jelas. Pada pokoknya, penyelesaian sengketa senantiasa bukan merupakan pilihan yang ekonomis. Untuk itu, langkah-langkah penyelesaian sengketa biasanya didasarkan pada pertimbangan keuntungan ekonomis dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk proses penyelesaian tersebut.

Definisi dan arti kata Primair adalah utama, prima, premium, pokok dari sisi kebahasaannya. Penggunaan istilah ini dalam dunia hukum biasanya terdapat dalam surat gugatan maupun surat dakwaan. Walaupun tidak mutlak sama, kedua jenis dokumen pengadilan tersebut memiliki konstruksi dasar yang sama yakni permintaan pokok untuk dikabulkan oleh hakim. Oleh sebab itu, munculnya petitum primair (pokok) harus disertai dengan petitum non pokok sebagai alternatif bagi hakim selaku pengabul permohonan. Walaupun demikian, sebagai permintaan pokok, petitum primair wajib dibuktikan terlebih dahulu dan menjadi parameter bagi hakim agar jauh dari ultra petita.

Petitum Primair menjadi parameter hakim agar tidak ultra petita

Dalam tataran praktik, gugatan atau dakwaan primair senantiasa disandingkan dengan gugatan atau dakwaan subsidair. Baik gugatan subsidair maupun dakwaan subsidair dapat dipersamakan dengan permintaan alternatif, dengan catatan perbuatan hukum yang dinyatakan dalam posita merupakan perbuatan hukum yang sama. Sedangkan hakim hanya tinggal menilai putusan apa yang cocok untuk diterapkan atas perbuatan hukum yang terjadi berdasarkan permintaan-permintaan tersebut.

Tidak banyak dasar hukum untuk membahas mengenai istilah primair. Dalam hukum pidana, terdapat Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Sedangkan dalam hukum perdata, lebih cenderung kepada kebiasaan yang terjadi dalam praktik litigasi. Namun karena kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum, maka selama belum ada peraturan yang menyatakan pengertian lain selain dari kebiasaan yang ada istilah primair hanya terbatas pada konteks-konteks yang telah dijelaskan tersebut di atas.

Definisi dan arti kata Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Definisi tersebut termuat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa ujung tombak Pemerintah Desa adalah Kepala Desa, sedangkan perangkat desa yang lain hanyalah sekedar membantu tugas Kepala Desa semata. Artinya, secara umum Kepala Desa memiliki wewenang yang luas untuk mengatasnamakan tindakannya sebagai tindakan Pemerintah Desa yang dalam hal ini sebagai wakil Desa sebagai badan hukum publik. Namun, kewenangan tersebut juga harus diartikan menjadi satu kesatuan pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh seorang Kepala Desa mencakup seluruh tindakan Pemerintah Desa. Pengecualian terhadap hal ini, seharusnya didasarkan pada suatu ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala Desa memiliki wewenang yang luas untuk mengatasnamakan tindakannya sebagai tindakan Pemerintah Desa yang dalam hal ini sebagai wakil Desa sebagai badan hukum publik

Struktur yang dimuat oleh Undang-Undang terhadap Pemerintah Desa seakan-akan membuat Kepala Desa menjadi ‘Presiden’ di wilayah Desa-nya sendiri, sedangkan Perangkat Desa dapat dipersamakan sebagai menteri yang hanya sekedar membantu pelaksanaan kegiatan Kepala Desa sebagai Pemerintah Desa. Untuk itu, seorang Kepala Desa wajib memiliki kemampuan tata kelola yang baik untuk menjalankan tugasnya. Undang-Undang Desa terbaru memberikan kewenangan Pemerintah Desa untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa. Kewenangan ini makin memperjelas pengakuan Desa sebagai salah satu bentuk pemerintahan integral dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia selain kewenangan-kewenangan lainnya.

Seharusnya, untuk melakukan perbuatan hukum atas nama Desa sebagai badan hukum publik adalah dilakukan oleh Pemerintah Desa. Namun, Undang-Undang Desa terbaru menggarisbawahi bahwa yang berwenang mewakili Desa di dalam maupun di luar pengadilan adalah Kepala Desa. Oleh karena itu, semakin terbuktilah posisi Kepala Desa pada hakikatnya adalah sama dengan Pemerintah Desa secara keseluruhan. Walaupun demikian, konstruksi hukum tersebut menurut Marzha Tweedo, S.H. perlu mendapatkan penyempurnaan karena menjadikan ambigu untuk menafsirkan tindakan Pemerintah Desa dengan tindakan Kepala Desa dalam jabatannya.

Definisi dan arti kata Hierarki adalah

  • Suatu susunan hal (objek, nama, nilai, kategori, dan sebagainya) di mana hal-hal tersebut dikemukakan sebagai berada di “atas,” “bawah,” atau “pada tingkat yang sama” dengan yang lainnya.
  • Susunan/urutan peraturan perundang-perundangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, urutan hirarki adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.