Definisi dan arti kata Penodaan Agama adalah

  • Perbuatan desakralisasi agama.
  • Perbuatan yang dengan mana dilakukan untuk membuat nista suatu agama.
  • Para ahli berpendapat bahwa penistaan agama hanya dapat dilakukan oleh pihak agama lain terhadap agama lainnya.
  • Definisi dan arti kata Surat Dakwaan adalah

  • Surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada waktu melimpahkan berkas perkara ke pengadilan yang memuat nama dan identitas pelaku perbuatan pidana, kapan dan dimana perbuatan dilakukan, serta uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal-pasal tertentu dan undangundang tertentu pula yang nantinya merupakan dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apabila betul, terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggungjawabkan untuk perbuatan tersebut.
  • Definisi dan arti kata Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Definisi ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyitaan sering dikorelasikan sebagai tindakan untuk memperoleh barang bukti. Oleh karena itu, definisi ini dijadikan dasar untuk memahami barang bukti dalam konteks meluas yang meliputi benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud. Berdasarkan definisi ini, tindakan penyitaan menyebabkan pemilik atau penguasa benda menjadi kehilangan haknya atas dasar sita tersebut yang terjadi terhitung semenjak dibuatnya berita acara penyitaan. Rasio legis ini yang menyebabkan perlunya penetapan status sita setelah barang bukti menyelesaikan tujuan disitanya.

    Penyitaan dalam konteks pidana hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dalam batas kewenangannya. Untuk menjaga batas kewenangan tersebut, serta melindungi hak pemilik atas barang yang disita, maka kewenangan ini hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Walaupun dalam keadaan mendesak, penyitaan dapat dilakukan terlebih dahulu yang selanjutnya dapat dimintakan persetujuan oleh Ketua Pengadilan Negeri Setempat, namun terhadap penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya secara umum tidak dapat dilaksanakan.

    Penyitaan dapat dilakukan terhadap:

    1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
    2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
    3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
    4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
    5. Benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.

    Benda-benda tersebut dapat tetap disita meskipun dalam status sita keperdataan. Pengecualian terhadap surat maupun tulisan lain atau kiriman paket hanya dapat disita jika hal tersebut berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana. Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

    Definisi dan arti kata Juncto adalah ‘dihubungankan atau dikaitkan’. Istilah ini dimaksudkan untuk menghubungkan atau mengaitkan undang-undang, pasal, atau ketentuan-ketentuan yang satu dengan undang-undang, pasal, ketentuan-ketentuan yang lainnya dan biasanya disingkat dengan ‘jo.’. Misalnya, ‘Pasal 112 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika’, berarti Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika  yang dihubungkan dengan Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika’. Berdasarkan konteks pasalnya, maka yang dimaksud ialah perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika yang dilakukan dalam kualifikasi percobaan maupun permufakatan jahat melakukan tindak pidana.

    Variasi penulisan lain dapat digunakan untuk merujuk ketentuan dalam peraturan lain, ketentuan peralihan, ketentuan peraturan yang telah diubah sebagian namun masih diberlakukan, dan lain sebagainya. Penulisan juncto dalam suatu kalimat memberikan maksud penulis untuk merujuk ketentuan-ketentuan tersebut untuk dipahami secara bersama-sama sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

    Definisi dan arti kata Locus Delictie adalah

  • Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi, atau akibat yang ditimbulkannya;
  • Tempat-tempat lain dimana barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat diketemukan; tempat dimana pembuat melakukan sesuatu adalah tempat dimana ia seharusnya melakukan sesuatu, atau tempat terjadinya akibat yang dimaksud dalam perumusan peraturan perundang-undangan atau tempat yang menurut perkiraan pembuat akan terjadi akibat ini.
  • Definisi dan arti kata Delik adalah

  • Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.
  • Definisi dan arti kata Eksekusi adalah pelaksanaan terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Istilah tersebut bukan merupakan istilah resmi namun merupakan pengertian yang didapat dalam praktik. Kata Eksekusi muncul dalam praktik hukum pidana maupun perdata. Dalam perkara pidana, yang melaksanakan eksekusi ialah Jaksa. Sedangkan dalam perkara perdata, pelaksanaan eksekusi dilakukan oleh Panitera Pengadilan Negeri/Agama berdasarkan perintah dari Ketua Pengadilan Negeri/Agama. Eksekusi merupakan puncak dari proses peradilan. Hal ini mengingat karena upaya paksa untuk menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran yang diperoleh dalam proses persidangan berada pada tahap eksekusi. Oleh karena itu, terlaksananya eksekusi merupakan cerminan dari keberhasilan proses peradilan yang telah berjalan.