Definisi dan Arti Kata Persekusi adalah segala tindakan yang pada pokoknya merupakan perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau kelompok untuk disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Definisi tersebut mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Praktik bermasyarkat mengartikan persekusi sebagai tindakan sewenang-sewenang/menganiaya yang awalnya dari kata-kata kebencian, penghinaan melalui media sosial, kemudian oleh pihak yang merasa terhina atau sakit hati memburu, mendatangi atau“digruduk” secara langsung di kediaman lalu disitulah pihak yang merasa sakit hati kemudian melakukan intimidasi.  Pola persekusi yang terjadi akhir-akhir ini, meliputi :

  • Menelusuri orang-orang di media sosial yang dianggap melakukan penghinaan.
  • Menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah dibuka identitas, foto dan alamat.
  • Mendatangi rumah atau kantor, melakukan intimidasi, dan dalam beberapa kasus dipukul, dipaksa menandatangani surat permohonanan maaf bermeterai, ada pula yang didesak agar ia dipecat.

Secara hukum, belum ditemukan adanya istilah tindak pidana persekusi

Klasifikasi tindak pidana persekusi hingga tahun 2017 belum pernah dimuat dalam suatu instrumen hukum yang mengikat di Indonesia. Oleh sebab itu, tuduhan tindak pidana persekusi adalah suatu kesalahan secara keilmuan hukum. Sebagaimana diketahui, hukum pidana menganut asas legalitas yang menyatakan, ‘tidak ada hukuman, kalau tak ada ketentuan Undang-Undang yang mengaturnya.’ Asas tersebut merupakan asas mendasar yang wajib dipahami oleh sarjana hukum. Oleh karena itu, penggunaan istilah tindak pidana persekusi untuk menilai suatu perbuatan hukum seharusnya tidak mungkin dilakukan oleh ahli-ahli hukum.

Pada praktiknya, perbuatan hukum persekusi yang dituduhkan akhirnya ditegakkan melalui pasal-pasal biasa dalam KUHP seperti pengacancaman, penganiayaan, penghinaan, kekerasan, pengrusakan atau beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik apabila media yang digunakan utnuk melakukan perbuatan melawan hukum tersebut berhubungan dengan media elektronik. Penegakan hukum tersebut semakin menjelaskan bahwa penggunaan istilah persekusi dalam dunia hukum belum diakui keabsahannya. Walaupun hanya sekadar istilah yang digunakan, keilmuan hukum sangat detail mengenai istilah yang digunakan karena dapat mengakibatkan kesesatan berfikir dan kesalahan dalam penafsiran hukum yang mengakibatkan chaos pada sistem hukum.

Definisi dan Arti Kata Curatele adalah lawan dari pendewasaan (handlichting). Curatele dalam Bahasa Indonesia sering disebut sebagai pengampuan. Adanya pengampuan karena seseorang yang sudah dewasa (meerdarjarig), namun keadaan mental dan/atau fisiknya dianggap tidak atau kurang sempurna. Sehingga diberi kedudukan yang sama dengan status hukum anak yang belum dewasa (minderjarig). Menurut ketentuan Pasal 433 KUHPer, ada 3 alasan untuk pengampuan, yaitu :

  1. Keborosan (Verkwisting);
  2. Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen), misalnya imbisil atau debisil;
  3. Kekurangan daya berpikir : sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu (onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij).

Apabila curandus melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad), maka ia tetap harus bertanggung gugat dengan membayar ganti rugi untuk kerugian untuk kerugian yang terjadi karena kesalahannya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 436 KUHPer yang berwenang untuk menetapkan pengampuan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang akan berada di bawah pengampuan. Sedangkan menurut Pasal 434 KUHPer, orang-orang yang berhak untuk mengajukan pengampuan adalah sebagai berikut :

  1. Untuk keborosan oleh setiap anggota keluarga sedarah dan sanak keluarga dalam garis ke samping sampai derajat ke-4 dan istri atau suaminya.
  2. Untuk lemah akal budinya oleh pihak yang bersangkutan sendiri apabila ia merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri.
  3. Untuk kekurangan daya berpikir oleh :
  4. Setiap anggota keluarga sedarah dan istri atau suami;
  5. Jaksa dalam hal ia tidak mempunyai istri atau suami maupun keluarga sedarah di wilayah Indonesia.

Orang yang diletakkan di bawah pengampuan disebut curandus. Sedangkan, orang yang menjadi pengampu disebut curator. Pengampuan mulai berlaku sejak hari diucapkannya putusan atau ketetapan pengadilan. Dengan adanya putusan tersebut maka curandus yang berada di bawah pengampuan karena alasan kekurangan daya berpikir dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum dan semua perbuatan yang dilakukannya dapat dinyatakan batal. Sedangkan bagi curandus yang berada di bawah pengampuan karena keborosan, maka ia hanya tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan. Namun, untuk perbuatan hukum lainnya misalnya perkawinan maka perbuatan hukumnya sah.

Untuk curandus yang berada di bawah pengampuan karena alasan lemah akal budinya maka curandus tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan saja. Sekalipun curandus tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, namun apabila curandus melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad), maka ia tetap harus bertanggung gugat dengan membayar ganti rugi untuk kerugian untuk kerugian yang terjadi karena kesalahannya.

Berakhirnya pengampuan dapat di bagi menjadi 2 alasan, antara lain :

Secara Absolut

  1. Curandus meninggal dunia;
  2. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan di bawah pengampuan telah hapus.

Secara Relatif

  1. Curator meninggal dunia;
  2. Curator dipecat atau dibebas tugaskan;
  3. Suami diangkat sebagai curator yang dahulunya berstatus sebagai curandus (dahulu berada di bawah pengampuan curator karena alasan-alasan tertentu).

Berakhirnya pengampuan tersebut, menurut Pasal 141 KUHPer harus diumumkan sesuai dengan formalitas-formalitas yang harus dipenuhi.

Definisi dan Arti Kata Sengketa adalah kondisi adanya perbedaan pendapat yang saling dipertahankan antar para pihak. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang sangat luas dan mencakup segala aspek kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks hukum, sengketa merupakan perbedaan pendapat antar para pihak yang perbedaan tersebut memiliki akibat hukum. Berdasarkan pengertian tersebut, setidaknya diperlukan dua belah pihak untuk menjadi syarat terjadinya sengketa. Kedua belah pihak tersebut harus memiliki pendapat masing-masing dalam memahami suatu hal yang saling dipertahankan dan belum memiliki titik temu kesamaan pendapat. Tidak ada kualifikasi mengenai subjek hukum yang berwenang untuk bersengketa. Oleh karena itu, semua subjek hukum memiliki potensi untuk bersengketa.

Semua subjek hukum memiliki potensi untuk besengketa.

Sengketa dapat terjadi di seluruh ruang lingkup keilmuan hukum. Walaupun demikian, sengketa lebih lazim dikenal dalam keilmuan hukum perdata. Dalam keilmuan hukum perdata, sengketa dapat muncul akibat perbedaan pendapat mengenai suatu perjanjian maupun perbuatan-perbuatan melawan hukum lainnya. Perbedaan pendapat mengenai suatu perjanjian biasanya terkait dengan isinya, pelaksanaannya, maupun penafsirannya. Oleh karena itu, menejemen sengketa dalam perjanjian senantiasa mengantisipasi ketiga potensi perbedaan pendapat tersebut. Sedangkan terhadap perbuatan melawan hukum, sengketa lebih sering muncul terhadap nominal kerugian yang harus dipulihkan sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.

Cara penyelesaian sengketa hukum dapat ditempuh dengan berbagai cara. Setidaknya ada 2 (dua) kelompok besar cara penyelesaian sengketa, yakni melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Jalur non litigasi dalam penyelesaian sengketa lebih diterima dalam sengketa hukum keperdataan, karena berpusat pada suatu titik damai tanpa melibatkan organ-organ penegakan hukum. Hal tersebut saat ini lebih condong ditolak dalam hukum pidana, walaupun untuk beberapa hal sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Sedangkan jalur litigasi merupakan jalur yang masih dominan karena melibatkan pengadilan yang telah memiliki alat eksekusi yang jelas. Pada pokoknya, penyelesaian sengketa senantiasa bukan merupakan pilihan yang ekonomis. Untuk itu, langkah-langkah penyelesaian sengketa biasanya didasarkan pada pertimbangan keuntungan ekonomis dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk proses penyelesaian tersebut.

Definisi dan arti kata Somasi adalah

  • Peringatan atau teguran agar debitur berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi.
  • “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.” (1238 KUHPer).
  • Tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dikenal dengan Somasi. (1243 KUHPer).
  • Definisi dan arti kata Makar adalah

  • Menurut Pasal 107 KUHP Makar dapat diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk menggulingkan Pemerintahan secara melawan hukum.
  • Definisi dan arti kata Pencuri adalah

  • Orang yang secara umum melakukan perbuatan sebagaimana tercantum dalam 362 KUHP.
  • Barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk memiliki barang tersebut dengan melawan hukum.
  • Definisi dan arti kata Maling adalah

  • Lebih sering disebut sebagai pencuri.
  • Orang yang secara umum melakukan perbuatan sebagaimana tercantum dalam 362 KUHP.
  • Definisi dan arti kata Tindak Pidana Khusus adalah

  • Tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang undang khusus, yang memberikan peraturann khusus tentang tata cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaannya, maupun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam kuhp
  • Definisi dan arti kata Actio Pauliana adalah

  • Tuntutan hukum untuk pernyataan batal segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh pihak yang berhutang, yang menyebabkan penagih hutang dirugikan (pasal 1341 KUHPerdata)