Definisi dan arti kata Burgelijk Wetboek adalah

  • Dikenal di Indonesia sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
  • Merupakan Peraturan Hukum Perdata yang diambil dari Code Napoleon dari Prancis dan merupakan perkembangan dari Corpus Juris Civilis dari Romawi.
  • Berlakunya di tanah Indonesia pada tahun 1848 melalui Staatblad Nomor 23 dan selanjutnya masuk dalam hukum positif Indonesia melalui konkordansi Undang-Undang Dasar 1945.
  • Definisi dan arti kata BW adalah

  • Singkatan dari Burgelijk Wetboek
  • Dikenal di Indonesia sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
  • Merupakan Peraturan Hukum Perdata yang diambil dari Code Napoleon dari Prancis dan merupakan perkembangan dari Corpus Juris Civilis dari Romawi.
  • Berlakunya di tanah Indonesia pada tahun 1848 melalui Staatblad Nomor 23 dan selanjutnya masuk dalam hukum positif Indonesia melalui konkordansi Undang-Undang Dasar 1945.
  • Definisi dan arti kata Inquisitoir adalah

  • Istilah dalam hukum pidana yang menempatkan terdakwa sebagai objek pemeriksaan yang secara umum sudah menganggap terdakwa bersalah sehingga cenderung mengabaikan hak-hak terdakwa.
  • Hakim sendiri mengambil tindakan untuk mengusut, hakim sendiri bertindak sebagai orang yang mendakwa, jadi dalam mana tugas orang yang menuntut, orang yang mendakwa dan hakim disatukan dalam satu orang sehingga kurang adanya check terhadap rasionalitas pembuktian.
  • Definisi dan arti kata Sita adalah

  • Suatu tindakan yang diambil oleh pengadilan melalui penetapan hakim, atas permohonan penggugat, guna menempatkan barang (tetap/bergerak) berada dalam penguasaan/pengawasan pengadilan, sampai adanya suatu putusan yang pasti tentang suatu perkara
  • Definisi dan arti kata Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Definisi ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyitaan sering dikorelasikan sebagai tindakan untuk memperoleh barang bukti. Oleh karena itu, definisi ini dijadikan dasar untuk memahami barang bukti dalam konteks meluas yang meliputi benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud. Berdasarkan definisi ini, tindakan penyitaan menyebabkan pemilik atau penguasa benda menjadi kehilangan haknya atas dasar sita tersebut yang terjadi terhitung semenjak dibuatnya berita acara penyitaan. Rasio legis ini yang menyebabkan perlunya penetapan status sita setelah barang bukti menyelesaikan tujuan disitanya.

    Penyitaan dalam konteks pidana hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dalam batas kewenangannya. Untuk menjaga batas kewenangan tersebut, serta melindungi hak pemilik atas barang yang disita, maka kewenangan ini hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Walaupun dalam keadaan mendesak, penyitaan dapat dilakukan terlebih dahulu yang selanjutnya dapat dimintakan persetujuan oleh Ketua Pengadilan Negeri Setempat, namun terhadap penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya secara umum tidak dapat dilaksanakan.

    Penyitaan dapat dilakukan terhadap:

    1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
    2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
    3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
    4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
    5. Benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.

    Benda-benda tersebut dapat tetap disita meskipun dalam status sita keperdataan. Pengecualian terhadap surat maupun tulisan lain atau kiriman paket hanya dapat disita jika hal tersebut berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana. Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

    Definisi dan arti kata Ilegal Logging adalah

  • Kegiatan di bidang kehutanan atau yang merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli (ekspor-impor) kayu yang tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan.
  • Definisi dan arti kata Kepastian Hukum adalah

  • Asas dalam negara hukum yang menggunakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara
  • Definisi dan Arti Kata Testimonium De Auditu adalah keterangan tanpa pendengaran yang berasal dari Bahasa Latin. Istilah ini digunakan secara luas untuk menggambarkan keadaan saksi yang memberikan keterangan tanpa mengalami langsung peristiwa hukumnya. Biasanya, saksi model ini hanya memberikan keterangan berdasarkan keterangan orang lain yang diketahuinya. Istilah ini sangat erat kaitannya dengan Saksi sebagai Alat Bukti dalam proses peradilan. Pada prinsipnya, alat bukti digunakan untuk menggambarkan peristiwa hukum sebenarnya mengingat lembaga peradilan perlu memberikan penilaian terhadap peristiwa hukum tersebut walaupun tanpa kehadirannya disaat itu. Rasio tersebut yang menyebabkan kesaksian harus betul-betul tahu mengenai peristiwa hukum yang terjadi dan pengetahuannya bukan berdasarkan cerita dari pihak lain.

    Rasio pembuktian tersebut sempat direduksi dalam praktik interpretasi Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menggariskan bahwa kesaksian terpaku pada peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Praktik interpretasi tersebut diluruskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menegaskan pemaknaan melalui kata ‘tidak selalu’ dalam peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Merujuk pada pertimbangan dalam putusan tersebut, pemaknaan kata ‘tidak selalu’ tersebut bukan berarti memberikan keleluasaan bagi Saksi yang menerangkan berdasarkan cerita dari orang lain, melainkan keterangan Saksi yang tetap dialaminya sendiri meskipun menggambarkan peristiwa di luar dari peristiwa hukum yang sedang dinilai. Sebagai contoh, keterangan Saksi yang menimbulkan alibi bagi Terdakwa menjadi diperkenankan.