Definisi dan Arti Kata Pisah Meja Dan Ranjang adalah putusan pengadilan terhadap suami istri yang pada pokoknya menggugurkan hak/kewajiban satu sama lain diantara suami istri tersebut tanpa memutus ikatan perkawinan diantara mereka. Istilah ini diperkenalkan dalam BAB XI Burgelijk Wetboek yang berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan masih dianggap berlaku. Meskipun demikian, konsep hukum ini sudah sangat jarang dipergunakan dalam praktik bermasyarakat.

Konsep hukum ini merupakan respon dari hukum gereja yang tidak mengenal praktik perceraian. Respon ini terjadi mengingat Burgelijk Wetboek merupakan hukum yang dibuat dalam keadaan praktik hukum gereja yang kental. Meskipun Burgelijk Wetboek telah memperkenalkan konsep perceraian, namun praktik hukum gereja yang kental tersebut masih melekat pada masyarakat untuk tidak melakukan perceraian sehingga lahirlah konsep pisah meja dan ranjang. Di sisi lain, hukum adat di Indonesia juga mengenal konsep ini dengan padanan kata turun rumah atau turun ranjang. Istilah ini masih muncul dalam hukum positif yakni pada beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukuk Pidana.

Sebagai konsep dengan maksud serupa dalam perceraian, Pisah Meja Dan Ranjang diajukan ke pengadilan negeri dengan fundamentum petendi yang sama. Walaupun demikian, apabila antara suami istri bersepakat untuk melakukan pisah meja dan ranjang maka tidak perlu alasan apapun yang diajukan untuk diputuskan oleh Hakim. Pihak yang mengajukan pemisahan tidak diperkenankan untuk mengajukan perceraian dikarenakan secara konseptual saling bersimpangan. Selain itu, Pisah Meja dan Ranjang baru dapat diajukan setelah usia perkawinan berjalan selama 2(dua) tahun.

Secara formil, aturan Pisah Meja dan Ranjang dalam Burgelijk Wetboek hanya menyebutkan hilangnya kewajiban tinggal bersama dan pemisahan harta perkawinan. Namun jika dipahami dari konsep munculnya aturan tersebut, serta disejalankan dengan aturan-aturan terkait perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dapatlah disimpulkan bahwa konsep ini memang berupaya memisahkan kehidupan suami istri secara sah tanpa memutuskan ikatan perkawinan yang ada.

Pisah Meja Dan Ranjang hanya berakibat hukum bagi pihak ketiga bilamana suami dan istri mengumumkan hal tersebut. Menariknya, status Pisah Meja Dan Ranjang secara hukum dapat hilang seketika bilamana terdapat perdamaian diantara suami istri tanpa perlu melibatkan kembali lembaga peradilan. Dalam hal perdamaian tersebut terjadi, perlu pula diumumkan agar dapat berlaku pada pihak ketiga. Sebagai penutup, bilamana Pisah Meja Dan Ranjang telah berlangsung selama 15(lima belas) tahun, maka suami/istri dapat mengajukan perceraian. Ketentuan ini merupakan pamungkas yang menggambarkan setelah 15(lima belas) tahun menjalani praktik tidak sebagai suami istri maka secara substansi, perkawinan sesungguhnya telah berakhir.

Definisi dan Arti Kata Izin Nikah Beda Agama adalah pemberian izin oleh pejabat berwenang untuk melangsungkan pernikahan antar pasangan yang menganut agama berbeda. Istilah ini muncul dari praktik peradilan sehingga pengertiannya bukan pengertian resmi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sebagai suatu peristiwa yang muncul dalam praktik peradilan, istilah ini tidak ditemukan dasar hukumnya secara lansung dalam peraturan perundang-undangan. Walaupun demikian, penggunaan istilah izin dalam praktik peradilan tersebut seolah mempertegas bahwa nikah beda agama merupakan hal terlarang di Indonesia.

Penegasan tersebut tidak sejalan apabila mengingat di Indonesia pernikahan beda agama hanya terlarang apabila agama pasangan menghendaki larangan tersebut. Artinya domain hukum yang diberlakukan merupakan domain hukum agama yang kewenangan pelaksanaannya belum ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, termasuk pemberian izin untuk melampaui hukum agama yang berlaku bagi masing-masing pasangan. Dalam praktik, izin ini diajukan berdasarkan Penjelasan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Berdasarkan tafsir sistematis, maksud dari ketentuan tersebut sesungguhnya ialah perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan. Oleh karena itu, pengadilanlah yang membentuk ikatan perkawinan untuk dicatatkan secara langsung dalam administrasi kependudukan. Hal ini sekaligus mempertegas bahwa aturan tersebut bukanlah pelekatan kewenangan dalam memberi izin untuk melaksanakan perkawinan. Kendati aturan tersebut didalilkan sebagai dasar pengajuan permohonan, namun secara sistematis pengaturannya bertentangan secara terbatas dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Definisi dan Arti Kata Hoaks adalah informasi bohong yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak nampak kebohongannya agar menarik perhatian dan pembenaran dari sebagian besar orang sehingga sebagian besar orang tersebut akan bertindak sebagai pendukung yang akhirnya pendukung tersebut menjadi dasar tegaknya kebenaran informasi yang disampaikan. Istilah ini merupakan serapan dari kata Hoax dalam Bahasa Inggris. Pengertian tersebut bukan merupakan terjemahan resmi, karena peraturan perundang-undangan di Indonesia belum menerjemahkan istilah hoax maupun hoaks. Berdasarkan pengertian tersebut pula, maka hoaks tidak selalu harus berkaitan dengan media elektronik melainkan dapat dilakukan dengan perbuatan konvensional.

Praktik hukum di Indonesia senantiasa sering mengaitkan Hoaks dengan perbuatan jahat yang didasarkan pada Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan aturan tersebut, perbuatan jahat berupa penyebaran berita bohong hanya dapat dikenakan apabila merugikan konsumen dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, ketentuan dalam Pasal itu tidak dapat digunakan pada berita bohong yang tidak bermuatan transaksi elektronik dan hanya berlaku apabila terdapat konsumen yang dirugikan. Selain itu, praktik juga sering mengaitkan Hoaks dengan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang khusus ditujukan apabila penyebar informasi bertujuan untuk menimbulkan kebencian yang berdasarkan SARA.

Jika dikaji secara komprehensif, maka relevansi perbuatan hoaks terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dengan mudah dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ketentuan tersebut relevan dengan pengertian hoaks yang pada pokoknya memuat delik perbuatan menyebarkan berita bohong atau tidak lengkap yang menimbulkan keonaran di masyakarat.

Definisi dan Arti Kata Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Pengertian ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan pengertian tersebut, Tugas Pembantuan dapat diimplementasikan secara luas bergantung pada kewenangan dari pemberi tugas.

Konsep Tugas Pembantuan secara sederhana dapat disejajarkan dengan pemberian kuasa. Dalam persamaan tersebut, pemegang kewenangan awal memberikan kuasa kepada daerah otonom. Pemberian kuasa tersebut berakibat seolah-olah daerah otonom penerima tugas memiliki kuasa menjalankan kewenangan awal tersebut. Walaupun demikian, pemberian tugas ini biasanya bersifat spesifik sehingga terlampauinya kewenangan yang diberikan melalui bingkai tugas pembantuan menyebabkan penerima tugas bertanggung jawab penuh atas perbuatannya sebagaimana dilampauinya kewenangan dalam penerimaan kuasa.

Praktik pemberian Tugas Pembantuan di Indonesia, biasanya dilakukan terhadap kewenangan-kewenangan yang menguntungkan penerima tugas secara langsung. Sebagai contoh, kewenangan Pemerintah Pusat dalam pembangunan infrastruktur yang akan digunakan dan dimiliki daerah otonom. Model implementasi Tugas Pembantuan ini memberikan predikat pemegang kewenangan asal telah melaksanakan kewenangannya, sedangkan daerah otonom sebagai pelaksana tugas dapat ikut terlibat langsung terhadap infrastruktur yang akan dimilikinya.

Definisi dan Arti Kata Merger adalah penggabungan dalam Bahasa Inggris. Istilah ini sering digunakan dalam dunia bisnis khususnya ketika membahas perseroan terbatas. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan makan penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Merujuk pada pengertian tersebut, maka merger dapat dicontohkan secara sederhana sebagai berikut:

  • Terdapat PT A dan PT B;
  • RUPS PT A dan RUPS PT B menyetujui penggabungan PT B ke dalam PT A;
  • Seluruh aset aktiva dan pasiva PT B tanpa dilakukan likuidasi, langsung dicatatkan dalam kepemilikan dan penguasaan kepada PT A;
  • Pemegang Saham PT B dicatatkan sebagai Pemegang Saham baru di PT A selain Pemegang Saham lama di PT A dengan perhitungan didasarkan pada aset aktiva dan pasiva PT B yang dimasukkan ke dalam PT A;
  • PT B berakhir demi hukum, PT A tetap eksis. Dimungkinkan bagi PT A untuk mengganti nama dengan nama baru PT AB, namun hakikat badan hukum yang diakui ialah berasal dari PT A;

Selain makna tersebut, dunia bisnis juga sering menggunakan istilah merger untuk memaknai peleburan yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Peleburan ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Merujuk pada pengertian itu, maka merger merupakan peristiwa yang sederhananya sebagai berikut:

  • Terdapat PT A dan PT B;
  • RUPS PT A dan RUPS PT B menyetujui peleburan PT B dan PT A dan membentuk PT AB;
  • Seluruh aset aktiva dan pasiva PT A dan PT B tanpa dilakukan likuidasi, langsung dicatatkan dalam kepemilikan dan penguasaan kepada PT AB;
  • Pemegang Saham PT A dan PT B dicatatkan sebagai Pemegang Saham di PT AB, dengan perhitungan didasarkan pada aset aktiva dan pasiva PT B dan PT A;
  • PT A dan PT B berakhir demi hukum dan yang eksis adalah PT AB;

Adanya perbedaan makna tersebut dikarenakan merger bukan istilah resmi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh sebab itu, pemaknaan merger dalam konteks hukum di Indonesia harus disesuaikan dengan perbuatan dan/atau peristiwa hukum yang senyatanya terjadi dengan disesuaikan pada peraturan yang berlaku di Indonesia.

Definisi dan Arti Kata Affidavit adalah surat pernyataan sukarela yang dibuat dibawah sumpah dihadapan pejabat yang diperkenankan untuk mengangkat sumpah. Ciri dari surat ini adalah seperti surat pernyataan biasa dengan diawali pernyataan sumpah. Surat tersebut kemudian dibubuhi tandatangan pejabat pengangkat sumpah yang berwenang yang menyatakan pada pokoknya bahwa isi surat tersebut dapat dipercaya kebenarannya. Istilah ini sering muncul dalam hukum keimigrasian di Indonesia. Walaupun menggunakan istilah yang sama, Affidavit yang dimaksud dalam hukum keimigrasian tidak selalu berkaitan dengan pernyataan dibawah sumpah yang dilakukan dihadapan pejabat yang diperkenankan untuk mengangkat sumpah.

Secara umum, Affidavit sama seperti surat pernyataan biasa namun menjadi kuat karena dibuat dengan sumpah. Kebohongan dalam membuat Affidavit demikian dapat dipersamakan dengan sumpah palsu. Affidavit yang dilakukan di bawah sumpah berdasarkan hukum Indonesia tidak ditemukan aturannya, terutama berkaitan dengan kewenangan pejabat pengambil sumpah. Bahkan dalam konteks Surat Pernyataan dalam hukum pertanahan, surat pernyataan dibawah sumpah ternyata hanya surat pernyataan yang berbunyi ‘bersedia diangkat sumpahnya’. Dalam hukum waris pribumi, pembuatan surat pernyataan dengan penyumpahan pembuat surat dapat ditemukan dalam praktik di Desa/Kelurahan. Pada praktik yang lain, kebutuhan Affidavit berdasarkan hukum Indonesia untuk kepentingan hukum negara asing biasa dilakukan di Notaris tanpa penyumpahan dalam bentuk Waarmerking/Legalisasi. Sudut pandang hukum Indonesia menilai Affidavit ialah tidak selayaknya dianggap sekuat seperti keterangan saksi di muka hakim sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 38 K/Sip/1954, tanggal 10 Januari 1957.

Definisi dan Arti Kata Ultimum Remedium adalah upaya pemulihan terakhir dalam Bahasa Latin. Istilah ini sering digunakan dalam kajian hukum pidana untuk membentuk suatu perspektif bahwa pemidanaan merupakan upaya terakhir untuk memulihkan keadaan yang terjadi akibat perbuatan pelaku kejahatan. Untuk memahami istilah ini, perlu memahami konstruksi perbuatan jahat yang mana setiap kejahatan pada prinsipnya selalu menimbulkan korban. Korban inilah yang mengalami kerugian baik materiil maupun immateriil yang tidak dapat dikembalikan keadaannya seperti semula. Walaupun demikian, berdasarkan praktik di masyarakat, ternyata tidak semua korban serta merta mengharapkan penghukuman badan bagi Terdakwa. Terdapat variasi pemenuhan kepuasan yang dianggap adil oleh korban, seperti ganti kerugian, kompensasi perbuatan, atau cukup dengan pernyataan maaf dari pelaku perbuatan dan sebagainya. Padahal dalam penegakan hukum pidana ternyata sering tidak serta merta memulihkan keadaan korban. Berdasarkan hal tersebut, kemudian muncul perspektif untuk mengakhirkan pemidanaan sebagai upaya memulihkan keadaan. Bila terdapat upaya lain untuk memulihkan keadaan, maka upaya lain itulah yang harus digunakan sebelum memilih model penegakan hukum pidana.

Definisi dan Arti Kata AJB adalah singkatan dari Akta Jual Beli. Istilah ini digunakan pada hukum pertanahan untuk merujuk pada perjanjian tertulis untuk melepaskan hak atas tanah dengan cara jual beli. Perjanjian tertulis tersebut merupakan akta autentik yang dibuat oleh Penjual dan Pembeli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Isi dari akta tersebut menerangkan syarat-syarat jual beli pada umumnya termasuk ketentuan mengenai peralihan hak atas tanah semenjak akta tersebut ditandatangani karena telah dibayar secara lunas sebagaimana tersebut dalam akta tersebut pula. Berdasarkan hal-hal tersebut, AJB merupakan alat bukti sempurna yang kebenaran isinya hanya dapat dibantah apabila terdapat bukti sebaliknya. Walaupun demikian, AJB tetap perlu didaftarkan di kantor pertanahan setempat untuk melakukan balik nama sertifikat sehingga menyempurnakan iktikad baik Penjual dan Pembeli dalam melakukan transaksi atas tanah.

Definisi dan Arti Kata Prinsipal adalah Pemberi Kuasa. Istilah ini muncul dalam praktik hukum di masyakarat yang tidak dapat ditemukan relevansinya dalam peraturan perundang-undangan manapun. Merujuk pada pengertian tekstualnya, prinsipal mengarah pada sifat berprinsip atau mendasar. Pengertian tersebut memberikan konteks kepada maksud pemegang kepentingan utama dalam menjalankan suatu perbuatan. Hal tersebut akan lebih mudah dimengerti dalam bingkai hukum sebagai Pemberi Kuasa. Istilah ini sering digunakan para Penerima Kuasa ketika menyebut Pemberi Kuasanya. Selain itu, pihak ketiga juga dapat menyebut prinsipal untuk menunjuk Pemberi Kuasa itu ketika sedang berdialog dengan Penerima Kuasanya.

Definisi dan Arti Kata Fundamentum Petendi adalah alasan dari yang diminta. Istilah ini berasal dari Bahasa Latin yang digunakan dalam hukum acara perdata di Indonesia. Fundamentum Petendi biasanya diwujudkan dalam maksud yang sama dengan posita. Secara konseptual, Fundamentum Petendi sama dengan Posita yakni menggambarkan alasan-alasan yang mendasari lahirnya tuntutan. Alasan tersebut meliputi hubungan hukum, peristiwa hukum, dan tuduhan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Tergugat. Fundamentum Petendi harus secara jelas menggambarkan hal-hal tersebut. Ketidakjelasan memuat fundamentum petendi, dapat menjadikan Gugatan Kabur sehingga diputus dengan amar putusan yang menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima. Fundamentum Petendi tidak wajib memuat dasar hukum dalam menuntut Tergugat. Rasio Legis tersebut didapatkan dari asas Ius Curia Novit, yang berarti hakimlah yang memiliki kewajiban untuk menentukan hukumnya.