Definisi dan Arti Kata Vonis Nihil adalah penjatuhan pidana oleh hakim kepada terdakwa dengan tidak adanya pemidanaan. Istilah ini tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan namun sering muncul dalam Putusan Badan Peradilan. Vonis nihil dijatuhkan dengan dasar Pasal 67 ataupun Pasal 71 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Secara hukum penjatuhan vonis nihil dapat dipahami dengan menelaah jenis pemidanaan. Dalam hal ini, jenis pemidanaan terberat ialah hukuman penjara selama 20(dua puluh) tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati. Ketiga jenis pemidanaan tersebut setara namun secara moril memiliki gradasi dalam penjatuhannya.

Gradasi penjatuhan pidana tersebutlah yang menciptakan kemungkinan naiknya penjatuhan pidana dari penjara 20(dua puluh) tahun menjadi penjara seumur hidup dalam hal dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kembali. Selanjutnya terhadap pidana penjara seumur hidup juga dapat digradasikan menjadi pidana mati apabila dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang lain.

Walaupun demikian hukuman penjara sementara dijatuhkan maksimal selama 20(dua puluh) tahun. Angka tersebut di Indonesia dianggap sebagai kemungkinan maksimal seseorang untuk masih dapat diupayakan terintegrasi di masyarakat setelah menjalani tindak pidananya. Hal ini berbeda dengan konsep penjara seumur hidup yang memang sudah tidak diberikan harapan bagi terpidana untuk dapat berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Penjatuhan pidana melebihi 20 (dua puluh) tahun secara hukum keliru, sedangkan secara moril tidak dapat dipertanggungjawabkan walaupun masih harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang lain.

Dalam hal tersebut, Pengadilan memiliki kewenangan untuk menaikkan gradasi pemidanaan menjadi penjara seumur hidup. Namun demikian apabila pasal yang didakwakan dalam tindak pidana selanjutnya tidak menganut pemidanaan seumur hidup maupun pidana mati, penjatuhan pemidanaan dengan gradasi yang lebih berat tidak dapat dilakukan. Sehingga haruslah dijatuhi vonis nihil. Penjatuhan pidana yang lebih berat dari jenis pemidanaan yang diatur dalam dakwaan, merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan berseberangan dengan Asas Legalitas yang sangat ketat dianut dalam Hukum Pidana.

Definisi dan Arti Kata Barangsiapa adalah siapapun. Istilah ini muncul dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merujuk pada subjek pelaku tindak pidana. Dalam formulasi hukum pidana kekinian, istilah barangsiapa dapat dipadankan dengan istilah setiap orang. Walaupun demikian, pengertian barangsiapa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terbatas pada orang alamiah atau manusia. Sehingga terhadap badan hukum dalam aturan tersebut tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Pemahaman tersebut didasari bahwa asas yang digunakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ialah sociates delinquere non potest. Dalam Wetboek van Strafrecht, barangsiapa ditulis dengan kata Hij Die.

Definisi dan Arti Kata Penyalah Guna adalah orang alamiah yang dengan berbagai variasi cara menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Pengertian tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut dari pengertian definitif dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pengertian orang dalam ketentuan tersebut tidak dapat ditemukan secara definitif, sedangkan pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana harus diatur secara spesifik. Oleh karena itu, maksud dari orang dalam ketentuan ini harus dimaknai sebagai orang alamiah yakni naturlijk persoon. Terhadap maksud dari menggunakan ialah dapat dilakukan dengan berbagai perbuatan seperti meminum, memakan, menghisap, membalurkan, menaburkan dan segala sesuatu cara variasi penggunaan yang dalam hal ini memiliki akibat dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Objek dari penggunaan tersebut ialah Narkotika yang zatnya dibedakan ke dalam golongan-golongan tertentu sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Definisi dan arti kata Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil. Definisi tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Sebagai badan hukum, perseroan terbatas memiliki persona standi in judicio yang berbeda dari orang-orang yang tergabung di dalamnya. Oleh sebab itu, segala hak dan kewajiban perseroan terbatas pada prinsipnya harus dipisahkan dari pihak-pihak tersebut kecuali dapat dibuktikan pihak-pihak tersebut mengikatkan diri dalam hak dan kewajiban perseroan terbatas. Pengikatan diri tersebut dapat terjadi akibat dari perjanjian maupun akibat dari undang-undang. Walaupun demikian, perseroan terbatas sebagai bentuk persona buatan tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri melainkan dilakukan oleh organ perseroan terbatas.

Perseroan Terbatas sebagai bentuk persona buatan tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri melainkan dilakukan oleh Organ Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas memiliki 3(tiga) organ yakni Direksi, Rapat Umum Pemegang Saham, dan Dewan Komisaris. Organ perseroan tidak dapat dipandang sebagai perseroan itu sendiri, melainkan hanya sebagai perwujudan dari perbuatan perseroan dalam koridor kewenangannya masing-masing. Oleh sebab itu, organ perseroan tidak dapat diikat secara hukum oleh pihak ketiga yang dimaksudkan untuk mengikatkan pada perseroan secara keseluruhan.

Pendirian Perseroan Terbatas awalnya didirikan berdasarkan perjanjian yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar. Pengertian ini menjadikan perseroan terbatas harus didirikan oleh minimal 2 (dua) orang dengan maksud mengumpulkan modal. Oleh sebab itu, perseroan terbatas tidak dapat didirikan oleh pasangan suami istri dengan harta bersama tidak terpisah. Dari modal itulah yang kemudian dibagikan hak kepemilikan dalam bentuk saham. Semenjak modal disetor oleh pemegang saham ke perseroan, maka modal tersebut menjadi kepemilikan bersama antara pemegang saham lainnya dan akan berubah statusnya menjadi milik perseroan ketika perseroan terbatas mendapatkan status badan hukum. Terhadap modal perseroan dikenal istilah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.

Semenjak modal disetor oleh pemegang saham ke perseroan, maka modal tersebut menjadi kepemilikan bersama antara pemegang saham lainnya dan akan berubah statusnya menjadi milik perseroan ketika perseroan terbatas mendapatkan status badan hukum

Hukum Indonesia mengenal pengecualian kepemilikan saham perseroan terbatas untuk minimal 2(dua) orang tersebut, yakni khusus untuk Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal atau Perseroan yang memenuhi kriteria untuk Usaha, Mikro dan Kecil. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk Usaha, Mikro dan Kecil ini kemudian dapat dipersamakan dengan Perseroan Perorangan.

Sebagai badan hukum, anggota-anggota organ perseroan seolah-olah dapat berlindung dibalik bentuk badan hukum perseroan terbatas. Namun, undang-undang telah menegaskan apabila anggota dari organ perseroan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dapat serta merta bertanggungjawab atas kewajiban perseroan terbatas. Konsep tersebut sering dikenal dengan doktrin piercing the corporate veil.

Definisi dan arti kata Aanmaning adalah suatu peringatan dari pengadilan kepada pihak berperkara. Pada umumnya, peringatan ini diberikan kepada pihak yang kalah dalam persidangan, agar melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, secara sukarela atau kemauan sendiri dalam tempo paling lama 8 (delapan) hari. Aanmaning sendiri termasuk dalam jenis somasi yang memiliki kekhususan hanya diterbitkan oleh pengadilan. Berbeda dari somasi pada umumnya yang merupakan peringatan kepada debitur agar memenuhi kewajibannya.
Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 196 HIR/207 RBg, peringatan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri, setelah adanya permohonan eksekusi dari pihak penggugat, supaya putusan yang mempunyai hukum tetap tersebut dilaksanakan secara paksa. Peringatan (teguran) dilakukan karena tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan dengan sukarela atau kemauan sendiri, terhadap putusan yang sudah dijatuhkan kepadanya. Aanmaning sendiri dilakukan dengan cara pemanggilan terhadap pihak yang kalah dengan menentukan hari, tanggal dan jam persidangan dalam surat panggilan tersebut. Pemberian peringatan tersebut dilakukan dengan cara :

  • Melakukan sidang insidental yang dihadiri oleh Ketua Pengadilan, Panitera dan pihak yang kalah;
  • Memberikan peringatan atau teguran supaya pihak yang kalah tersebut menjalankan putusan Hakim dalam waktu 8 (delapan) hari;
  • Membuat berita acara aanmaning dengan mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam sidang tersebut sebagai bukti otentik bahwa aanmaning telah dilakukan dan berita acara ini merupakan landasan ntuk dilakukannya eksekusi yang akan dilaksanakan selanjutnya.
  • Apabila pihak yang kalah tersebut tidak hadir dalam sidang aanmaning, dan ketidakhadirannya dapat dipertanggungjawabkan, maka ketidakhadirannya dapat dibenarkan dan pihak yang kalah harus dipanggil kembali untuk aanmaning yang kedua kalinya.
  • Jika pihak yang kalah tidak hadir setalah dilakukan pemanggilan secara resmi dan patut tidap dapat dipertanggungjawabkan, maka haknya untuk dipanggil lagi menjadi gugur, tidak perlu lagi proses sidang peringatan dan tidak ada tenggang masa peringatan.

Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 196 HIR/207 RBg, peringatan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri, setelah adanya permohonan eksekusi dari pihak penggugat, supaya putusan yang mempunyai hukum tetap tersebut dilaksanakan secara paksa.

Meskipun secara umum Aanmaning dipahami dengan definisi demikian,  Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1967 tentang Penyelesaian Perkara-Perkara Perdata Dalam Tingkat Pertama Tingkat Banding Yang Kurang Biaya Perkaranya memberikan definisi yang lebih luas. Surat edaran tersebut menginstruksikan kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk memberi peringatan kepada penggugat untuk memenuhi biaya perkara (uang muka) dalam jangka waktu satu bulan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Aanmaning dalam arti luas cukup didefinisikan sebagai surat peringatan resmi yang diterbitkan oleh Pengadilan untuk salah satu dan/atau para pihak berperkara di pengadilan.

Definisi dan arti kata Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Definisi tersebut termuat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa ujung tombak Pemerintah Desa adalah Kepala Desa, sedangkan perangkat desa yang lain hanyalah sekedar membantu tugas Kepala Desa semata. Artinya, secara umum Kepala Desa memiliki wewenang yang luas untuk mengatasnamakan tindakannya sebagai tindakan Pemerintah Desa yang dalam hal ini sebagai wakil Desa sebagai badan hukum publik. Namun, kewenangan tersebut juga harus diartikan menjadi satu kesatuan pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh seorang Kepala Desa mencakup seluruh tindakan Pemerintah Desa. Pengecualian terhadap hal ini, seharusnya didasarkan pada suatu ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala Desa memiliki wewenang yang luas untuk mengatasnamakan tindakannya sebagai tindakan Pemerintah Desa yang dalam hal ini sebagai wakil Desa sebagai badan hukum publik

Struktur yang dimuat oleh Undang-Undang terhadap Pemerintah Desa seakan-akan membuat Kepala Desa menjadi ‘Presiden’ di wilayah Desa-nya sendiri, sedangkan Perangkat Desa dapat dipersamakan sebagai menteri yang hanya sekedar membantu pelaksanaan kegiatan Kepala Desa sebagai Pemerintah Desa. Untuk itu, seorang Kepala Desa wajib memiliki kemampuan tata kelola yang baik untuk menjalankan tugasnya. Undang-Undang Desa terbaru memberikan kewenangan Pemerintah Desa untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa. Kewenangan ini makin memperjelas pengakuan Desa sebagai salah satu bentuk pemerintahan integral dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia selain kewenangan-kewenangan lainnya.

Seharusnya, untuk melakukan perbuatan hukum atas nama Desa sebagai badan hukum publik adalah dilakukan oleh Pemerintah Desa. Namun, Undang-Undang Desa terbaru menggarisbawahi bahwa yang berwenang mewakili Desa di dalam maupun di luar pengadilan adalah Kepala Desa. Oleh karena itu, semakin terbuktilah posisi Kepala Desa pada hakikatnya adalah sama dengan Pemerintah Desa secara keseluruhan. Walaupun demikian, konstruksi hukum tersebut menurut Marzha Tweedo, S.H. perlu mendapatkan penyempurnaan karena menjadikan ambigu untuk menafsirkan tindakan Pemerintah Desa dengan tindakan Kepala Desa dalam jabatannya.