Definisi dan Arti Kata Salah Tangkap adalah suatu peristiwa terjadinya kesalahan dalam proses penangkapan. Istilah yang diartikan tersebut merupakan pengertian sempit dalam konteks hukum. Proses penangkapan pada umumnya merupakan bagian dari penegakan hukum pidana yang membuat seseorang yang ditangkap kehilangan kebebasan fisiknya untuk sementara waktu. Salah tangkap dalam proses penangkapan umumnya terjadi karena kesalahan mengenai subjek pelaku tindak pidana. Kesalahan ini dapat terjadi karena beberapa faktor sebagai berikut:

  1. Pelaku tindak pidana tidak dapat diidentifikasi dengan benar, sehingga salah dalam menentukan pelaku tindak pidana.
  2. Pelaku tindak pidana sudah dapat teridentifikasi dengan benar, namun yang ditangkap orang lain yang disangka secara keliru sebagai pelaku teridentifikasi.
  3. Subjek bukan pelaku tindak pidana secara sukarela mengakui tindak pidana yang bukan dilakukan olehnya karena motif tertentu.

Salah tangkap pada prinsipnya merupakan pelanggaran dalam sudut pandang hukum acara. Karena penangkapan merupakan proses penghilangan kemerdekaan seseorang, maka kesalahan dalam konteks penangkapan secara umum dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia terhadap subjek yang ditangkap.

Definisi dan Arti Kata Qisas adalah perlakuan yang setara dalam Bahasa Arab. Istilah ini sering digunakan dalam Hukum Pidana Islam atau yang biasa disebut dengan Jinayah. Dalam hukum qisas, jika seseorang mengakibatkan cidera fisik atau kematian kepada individu lain, maka korban atau keluarganya memiliki hak untuk meminta qisas, yaitu hak untuk membalas cedera yang sama kepada pelaku. Ini berarti bahwa hukuman yang diterapkan pada pelaku harus setara dengan kerusakan atau cedera yang mereka sebabkan kepada korban. Contohnya, jika seseorang secara sengaja atau tidak sengaja menyebabkan cedera fisik kepada orang lain, maka korban atau keluarganya dapat meminta agar pelaku menerima cedera yang sama sebagai hukuman.

Namun, dalam hukum Islam, ada juga opsi untuk mengganti qisas dengan pembayaran diyat (kompensasi), di mana pelaku dapat membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi kepada korban atau keluarganya sebagai pengganti hukuman fisik. Qisas dan diyat adalah dua konsep yang terkait dalam hukum pidana Islam dan memberikan kerangka kerja bagi penegakan hukum yang adil dalam kasus-kasus kejahatan fisik.

Definisi dan Arti Kata Norma adalah aturan atau standar yang berlaku dalam sebuah masyarakat atau kelompok, yang menentukan apa yang dianggap baik atau buruk, benar atau salah, sopan atau tidak sopan, dan sebagainya. Norma dapat bersifat formil, yaitu aturan yang tertulis dan resmi, atau bersifat informal, yaitu aturan yang tidak tertulis dan tidak resmi, namun tetap diakui dan diikuti oleh masyarakat atau kelompok tersebut. Norma dapat bersifat individu, yaitu aturan yang berlaku untuk satu individu, atau bersifat kelompok, yaitu aturan yang berlaku untuk seluruh anggota kelompok tersebut.

Dalam hukum, norma adalah aturan yang berlaku dalam masyarakat yang mengatur tingkah laku individu atau kelompok, dan yang digunakan sebagai acuan dalam mengadili suatu tindakan atau perbuatan yang dianggap melanggar hukum. Norma hukum dapat bersifat formil, yaitu aturan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, atau bersifat informal, yaitu aturan yang tidak tertulis namun tetap diakui dan diikuti dalam masyarakat. Norma hukum juga dapat bersifat material, yaitu aturan yang mengatur tindakan atau perbuatan yang dianggap melanggar hukum, atau bersifat formil, yaitu aturan yang mengatur cara atau prosedur penegakan hukum.

Definisi dan Arti Kata Ultimum Remedium adalah upaya pemulihan terakhir dalam Bahasa Latin. Istilah ini sering digunakan dalam kajian hukum pidana untuk membentuk suatu perspektif bahwa pemidanaan merupakan upaya terakhir untuk memulihkan keadaan yang terjadi akibat perbuatan pelaku kejahatan. Untuk memahami istilah ini, perlu memahami konstruksi perbuatan jahat yang mana setiap kejahatan pada prinsipnya selalu menimbulkan korban. Korban inilah yang mengalami kerugian baik materiil maupun immateriil yang tidak dapat dikembalikan keadaannya seperti semula. Walaupun demikian, berdasarkan praktik di masyarakat, ternyata tidak semua korban serta merta mengharapkan penghukuman badan bagi Terdakwa. Terdapat variasi pemenuhan kepuasan yang dianggap adil oleh korban, seperti ganti kerugian, kompensasi perbuatan, atau cukup dengan pernyataan maaf dari pelaku perbuatan dan sebagainya. Padahal dalam penegakan hukum pidana ternyata sering tidak serta merta memulihkan keadaan korban. Berdasarkan hal tersebut, kemudian muncul perspektif untuk mengakhirkan pemidanaan sebagai upaya memulihkan keadaan. Bila terdapat upaya lain untuk memulihkan keadaan, maka upaya lain itulah yang harus digunakan sebelum memilih model penegakan hukum pidana.

Definisi dan Arti Kata Hak Alimentasi adalah hak yang dimiliki oleh orang tua terhadap anaknya untuk dipelihara oleh anaknya yang telah dewasa ketika orang tua telah kehilangan kemampuan untuk memelihara dirinya sendiri. Definisi ini tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan namun lekat maknanya dalam Pasal 46 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kosakata sehari-hari mengenai hak alimentasi ialah berbakti pada orang tua dengan lawan kata durhaka kepada orang tua. Penegakan hak ini di Indonesia masih sangat jarang dilaksanakan karena hak ini secara moril telah ditunaikan terlepas dari kewajiban hukum berdasarkan aturan tersebut.

Definisi dan Arti Kata Motif adalah alasan untuk dilakukannya suatu tindak pidana. Istilah ini dapat dipersamakan dengan motivasi yang terbatas pada perbuatan pidana. Motif biasanya merupakan suatu penyimpulan oleh pelaku kejahatan terhadap peristiwa tertentu yang menyebabkan munculnya niat untuk melakukan kejahatan. Berdasarkan memorie van toelichting terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, motif tidak mempengaruhi dalam penilaian atas perbuatan pelaku kejahatan melainkan hanya sebagai alasan memperingan atau memperberat hukuman terhadap Terdakwa. Hal ini mengingat hukum pidana tidak pernah sekalipun dapat menjatuhkan pidana terhadap niat, apalagi terhadap alasan timbulnya niat. Oleh sebab itu, ada atau tidaknya motif tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan salah atau tidaknya perbuatan terdakwa. Walaupun demikian, keberadaan motif memiliki peran tersendiri dalam menyimpulkan suatu alat bukti petunjuk dalam proses penegakan hukum pidana.

Definisi dan arti kata Sumir ialah ringkas dan sederhana. Istilah ini pertama kali sering digunakan dalam karya tulis ilmiah ketika merujuk hukum acara kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sebagai suatu rujukan terhadap hukum acara, pengertian sumir tidak dapat dipersamakan dengan makna kata samar. Artinya, kesederhanaan yang dimaksud tetap harus jelas maksud dan arah tujuannya. Penerapan kesumiran dimaksud untuk mempermudah jalannya hukum acara karena sifatnya yang pada dasarnya sudah terang. Sebagai contoh, dalam perkara kepailitan masalah utang piutang harus telah nyata dan bukan merupakan penilaian lanjutan dari perbuatan hukum lain yang menjadikan utang seperti perbuatan melawan hukum. Selain itu, dalam perkara pelanggaran lalu lintas juga diterapkan model pembuktian sumir.

Pengertian sumir tidak dapat dipersamakan dengan makna kata samar

Pelaporan atas suatu pelanggaran hukum dimungkinkan dalam bentuk sumir, bahkan dalam beberapa peristiwa dimungkinkan juga dalam bentuk samar. Sebagai contoh dalam pelaporan tindak pidana, terdapat fungsi penyidikan untuk meneguhkan laporan sumir. Selain itu terdapat fungsi penyelidikan dalam laporan yang samar. Oleh sebab itu, kesumiran bukan menjadi hal yang menentukan tindak lanjut dari pelaporan. Walaupun demikian, prinsip dasar dari segala tuntutan ialah membebankan pembuktian terhadap siapa yang menyatakan terdapat suatu pelanggaran hukum. Dalam peristiwa keperdataan, beban tersebut dipertahankan kepada pihak penuntut. Sedangkan dalam peristiwa pidana, beban tersebut dialihkan kepada Negara melalui Penyidik dalam bentuk penyidikan yang selanjutnya digunakan oleh Penuntut Umum karena sifat kepentingan publiknya. Dapat dipahami, peralihan beban pembuktian tersebut dapat beralih dalam hal adanya fungsi penyidikan terhadap suatu peristiwa. Hal tersebut dapat terlihat pula dalam hukum acara sengketa persaingan usaha yang fungsi penyidikannya dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Fungsi lain dapat terlihat dalam penegakan kode etik hakim yang dapat dilakukan fungsi penyidikan oleh Komisi Yudisial maupun Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Definisi dan arti kata Konvensi adalah nilai perbuatan yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan dalam suatu kelompok masyarakat. Secara umum, konvensi tidak memiliki daya paksa yang kuat untuk diterapkan. Hal tersebut diakibatkan tidak adanya suatu pranata khusus untuk menghakimi suatu konvensi. Walaupun demikian, pelanggaran atas suatu konvensi akan mengakibatkan suatu perasaan tidak nyaman baik oleh pelaku pelanggaran dan/atau kelompok masyarakat yang ‘dicederai’ kebiasaannya. Ditinjau dari pengertian tersebut, konvensi sangat dekat dengan adat namun dengan perspektif yang lebih modern.

Konvensi dalam hukum acara berarti gugatan awal yang diajukan oleh Penggugat

Konvensi menjadi suatu hal yang mengikat apabila pranata penghakiman terhadap perilaku menyimpang dari konvensi telah dikukuhkan, baik dengan membentuk pranata sendiri maupun dengan tunduk pada pranata yang sudah ada. Sebagai contoh, konvensi yang membentuk pranata sendiri dapat dilihat pada hukum adat dengan munculnya pranata penegakan hukum adat. Sedangkan konvensi yang tunduk pada pranata penegakan yang ada, dapat dilihat pada konvensi yang dinormakan dalam suatu perjanjian. Baik perjanjian tertulis maupun perjanjian lisan. Penormaan konvensi dalam suatu perjanjian mengakibatkan konvensi tersebut dapat ditegakkan melalui pranata badan peradilan.

Beberapa Contoh Konvensi di Indonesia 

  • Upacara Bendera Setiap Tanggal 17 Agustus
    Setiap tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia melaksanakan upacara bendera sebagai peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Secara umum, aturan tertulis yang mewajibkan dilaksanakannya suatu upacara bendera dengan sanksi tertentu apabila tidak dilaksanakan belum dibuat. Namun masyarakat senantiasa melaksanakannya dengan penuh suka cita, hingga merasa ‘aneh’ apabila tidak melaksanakan upacara bendera pada tanggal 17 Agustus. Konvensi ini mulai dilestarikan oleh Pemerintah dengan alasan Nasionalisme. Pelestarian tersebut dilakukan melalui surat edaran yang mewajibkan instansi terafiliasi Pemerintah untuk melaksanakan upacara bendera 17 Agustus dengan sanksi tidak langsung apabila tidak melaksanakan surat edaran tersebut.
  • Program 100 Hari Kerja Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
    Pelaksanaan program kerja Presiden dan Wakil Presiden Terpilih merupakan hal yang dinaanti bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut kemudian direspon oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam program 100 hari kerja, untuk menunjukkan kredibilitas Presiden dan Wakil Presiden terpilih dengan harapan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kebiasaan program 100 hari kerja diikuti oleh Presiden dan Wakil Presiden Terpilih hingga saat ini.

Pengertian konvensi juga dapat merujuk pada suatu rapat atau pertemuan untuk menghasilkan suatu kesepakatan tertentu. Istilah ini sering merujuk pada rapat atau pertemuan-pertemuan berskala internasional. Istilah konvensi merupakan serapan dari Bahasa Inggris dari kata convention. Selain itu, konvensi dalam hukum acara juga berarti gugatan awal yang diajukan oleh Penggugat. Istilah ini baru muncul ketika tergugat membuat suatu rekonvensi yakni gugatan balik dari konvensi yang diajukan oleh Penggugat.

Definisi dan Arti Kata Persekusi adalah segala tindakan yang pada pokoknya merupakan perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau kelompok untuk disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Definisi tersebut mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Praktik bermasyarkat mengartikan persekusi sebagai tindakan sewenang-sewenang/menganiaya yang awalnya dari kata-kata kebencian, penghinaan melalui media sosial, kemudian oleh pihak yang merasa terhina atau sakit hati memburu, mendatangi atau“digruduk” secara langsung di kediaman lalu disitulah pihak yang merasa sakit hati kemudian melakukan intimidasi.  Pola persekusi yang terjadi akhir-akhir ini, meliputi :

  • Menelusuri orang-orang di media sosial yang dianggap melakukan penghinaan.
  • Menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah dibuka identitas, foto dan alamat.
  • Mendatangi rumah atau kantor, melakukan intimidasi, dan dalam beberapa kasus dipukul, dipaksa menandatangani surat permohonanan maaf bermeterai, ada pula yang didesak agar ia dipecat.

Secara hukum, belum ditemukan adanya istilah tindak pidana persekusi

Klasifikasi tindak pidana persekusi hingga tahun 2017 belum pernah dimuat dalam suatu instrumen hukum yang mengikat di Indonesia. Oleh sebab itu, tuduhan tindak pidana persekusi adalah suatu kesalahan secara keilmuan hukum. Sebagaimana diketahui, hukum pidana menganut asas legalitas yang menyatakan, ‘tidak ada hukuman, kalau tak ada ketentuan Undang-Undang yang mengaturnya.’ Asas tersebut merupakan asas mendasar yang wajib dipahami oleh sarjana hukum. Oleh karena itu, penggunaan istilah tindak pidana persekusi untuk menilai suatu perbuatan hukum seharusnya tidak mungkin dilakukan oleh ahli-ahli hukum.

Pada praktiknya, perbuatan hukum persekusi yang dituduhkan akhirnya ditegakkan melalui pasal-pasal biasa dalam KUHP seperti pengacancaman, penganiayaan, penghinaan, kekerasan, pengrusakan atau beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik apabila media yang digunakan utnuk melakukan perbuatan melawan hukum tersebut berhubungan dengan media elektronik. Penegakan hukum tersebut semakin menjelaskan bahwa penggunaan istilah persekusi dalam dunia hukum belum diakui keabsahannya. Walaupun hanya sekadar istilah yang digunakan, keilmuan hukum sangat detail mengenai istilah yang digunakan karena dapat mengakibatkan kesesatan berfikir dan kesalahan dalam penafsiran hukum yang mengakibatkan chaos pada sistem hukum.

Definisi dan arti kata Diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Definisi tersebut merupakan pengertian tertutup menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Oleh karena itu, pengertian dari diskresi tidak dimungkinkan untuk mendapatkan tafsir lain selain yang telah ditentukan dalam undang-undang tersebut.

Pengertian diskresi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memuat beberapa unsur sebagai berikut :

1. Keputusan dan/atau Tindakan yang Ditetapkan dan/atau Dilakukan

Unsur ini mengindikasikan bahwa diskresi diwujudkan melalui suatu perbuatan maupun melalui surat keputusan. Artinya, diskresi tidak mutlak harus diwujudkan melalui suatu produk hukum tertulis melainkan dapat cukup dilakukan dengan suatu perbuatan aktif maupun perbuatan pasif. Perbuatan aktif diartikan sebagai perbuatan yang nyata dilakukan sehingga memunculkan akibat hukum. Sebagai contoh memberikan membuat pernyataan yang memuat tentang suatu sudut pandang. Sedangkan perbuatan pasif adalah adalah perbuatan yang tidak dilakukan namun memunculkan akibat hukum. Sebagai contoh tidak diambilnya tindakan oleh aparat berwenang dalam melakukan penegakan hukum.

Tidak ada diskresi selain pada unsur pemerintahan.

2. Pejabat Pemerintahan

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan pengertian mengenai Pejabat Pemerintahan yang dapat melakukan diskresi. Pejabat tersebut terbatas pada unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. Oleh karena itu, diskresi dalam konteks ini hanya terbatas pada unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Tidak ada diskresi selain pada unsur pemerintahan.

3. Mengatasi Persoalan Konkret yang Dihadapi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Unsur ini merupakan unsur tujuan dari pelaksanaan diskresi. Artinya, setiap tindakan diskresi harus dibuktikan dengan adanya persoalan konkret yang harus diselesaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa adanya persoalan konkret (persoalan masih merupakan isu di masa yang akan datang), diskresi tidak diperkenankan.

4. Dalam Hal Peraturan Perundang-Undangan yang Memberikan Pilihan, Tidak Mengatur, Tidak Lengkap atau Tidak Jelas, dan/atau Adanya Stagnasi Pemerintahan

Unsur ini merupakan syarat dari pelaksanaan diskresi. Diskresi secara umum tidak dapat dilaksanakan apabila persoalan konkret telah diatur secara konkret dalam suatu peraturan perundang-undangan. Hal tersebut dapat diperluas apabila adanya stagnasi dalam pemerintahan.

Diskresi merupakan tindakan di luar peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh unsur pemerintahan. Karena sifatnya merupakan keputusan dengan parameter penilaian benar/salah yang sangat luas, maka diskresi harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang.